( pcs)
GambarBarangjmlBeratTotal
keranjang belanja anda kosong
00,00Rp 0

MY SALES STORIES : MAU TAHU KISAH-KISAH SEPUTAR SALES ?

Senin, Oktober 19th 2015.
Oleh : Magdalena Sukartono

Oleh : Magdalena Sukartono

Sesuai judulnya, maka saya akan menceritakan kisah-kisah nyata yang saya alami dan yang terjadi di seputar saya. Kisah-kisah menarik menggelitik, yang akan memperkaya perbendaharaan pengalaman maupun wawasan bagi siapa saja yang berkiprah dalam dunia penjualan.

Terus terang saja, yang mendorong saya menceritakan kisah-kisah ini adalah buku 21 Most Powerful Sales Stories & Cartoons karya Anthony Dio Martin. Lho kok? Begitu pasti Anda bertanya. Yes… ! Pada kata pengantarnya, diceritakan tentang pengalamannya dengan seorang CEO Farmasi, bahwa BETAPA SEBUAH KISAH MEMILIKI DAYA PENETRASI PIKIRAN UNTUK JANGKA WAKTU YANG BEGITU LAMA. Demikian pula kalimat penutupnya : MEMANG, PEMBELAJARAN TENTANG SALES SEBENARNYA ADA DALAM KEHIDUPAN SETIAP HARI. PERSOALANNYA, APAKAH KITA PEKA DENGAN PEMBELAJARAN INI ATAU TIDAK…… Nah, kalimat-kalimat di atas itulah yang mendorong saya untuk berbagi kisah-kisah ini. Disertai harapan, semoga bermanfaat bagi yang membacanya. Yuk, kita ikuti………..

Kisah Seorang Sales Manager Yang Bingung dan Stres

Suatu hari saya didatangi sepasang suami isteri. Si suami adalah seorang sales yang belum lama diangkat menjadi Sales Manager sebuah perusahaan otomotif. Keuletannya dan keramahannya telah menjadi modal selama ini. Tapi sekarang merasa bingung dan stres. Mengapa ? Suatu ketika ia didatangi seorang pria yang baru beberapa hari membeli mobil di showroomnya. Setelah menentukan pilihan, sesuai prosedur, mobil dikirim dan kemudian dipakainya. Selama beberapa hari mobil dipakai kemana-mana, sampai suatu saat ia pakai untuk menjenguk ibunya yang dirawat di sebuah Rumah Sakit. Waktu ia hendak turun dari mobil, eh… kaca pintu depan tidak bisa dibuka. Macet kena air hujan yang membasahinya. Saking emosi yang tak terkendali, ia menarik dengan keras kaca pintu mobilnya hingga retak – retak.

Begitu tiba di RS tempat ibunya dirawat, ia diberi tahu bahwa ibunya baru saja meninggal. Maka bisa dibayangkan kalau kesedihan dan keterkejutannya telah menyulut kemarahan yang dilampiaskan kepada Sales Manager itu. “Saya mau kembalikan mobil ini !” gertaknya. “Saya minta ganti mobil yang baru…” Itulah yang membuat si Manajer ini menjadi bingung dan stres, karena si Pembeli yang menjadi TOKOH di kampungnya, mengancam, jika tidak dikabulkan permintaannya, ia akan membawa pengikut-pengikutnya untuk menghancurkan showroom.

Si Isteri bertanya kepada saya, bagaimanakah langkah yang harus diambil ? Si Sales Manager telah berkonsultasi dengan Direkturnya di Kantor Pusat, bahwa mobil yang pecah kacanya bisa diperbaiki. Selama dalam masa perbaikan, si Pembeli dipinjami mobil lain yang bagus kondisinya. Tetapi permintaan untuk ganti dengan mobil baru tidak bisa dikabulkan. Nah… inilah yang membuat bingung dan stres. Mendengar kisah dan kebingungan suami isteri itu, sejenak saya memutar otak. Aduuuhh… kok sulit juga ya ? Tiba-tiba saya ingat tentang kecerdasan emosi yang saya pelajari dari buku-buku Anthony Dio Martin. SIX SECONDS… THINK-FEEL-ACT… Kemudian saya berikan saran, “Mas bersikap tenang saja. Berdoa jangan lupa. Datanglah menemui keluarga Bapak yang membeli mobil itu, yang sekarang pasti dalam duka. Ajaklah seorang staf untuk mendampingi. Berpakaian dan bersikap seperti sedang melayat. Menyampaikan belasungkawa sekaligus minta maaf atas peristiwa yang menimpa Bapak tersebut…. Berikan rasa empati yang mendalam atas meninggalnya sang ibunda. Mudah-mudahan berhasil meredakan amarahnya, ya Mas.”

Suami isteri itu berlalu dan ternyata melaksanakan semua pesan/saran yang saya berikan. Beberapa waktu kemudian si Manajer kembali menemui saya, mengatakan bahwa masalah sudah bisa diatasi. Ia merasa beruntung, karena si Pembeli itu mempunyai kakak seorang ustad yang disegani di desanya. Ia menasehati adiknya, agar menghargai kunjungan dan maksud baik serta empati yang diberikan Sales Manager ini. Akhir cerita mobil yang pecah kacanya itu bisa diperbaiki dan bisa diterima oleh si Pembeli.

Kisah Seorang Sales vs Perokok

Kisah ini sudah lama berlalu. Diceritakan oleh sahabat saya, seorang pengusaha sukses di bidang peralatan perkantoran. Kita sebut saja pak Adrian. Suatu hari ia didatangi seorang sales wanita. Cantik menarik ! Jabat tangannya mantap, senyum & kata-katanya menyenangkan. Dalam waktu yang tidak lama, tercipta suasana yang akrab. Pak Adrian menunjukkan ketertarikan pada produk yang ditawarkan. Mereka saling bercerita tentang hobi dan hal-hal yang menarik. Ketika pak Adrian mengeluarkan sebatang rokok dan bertanya, “Mbak… apakah tidak keberatan kalau saya merokok ?” Sales wanita itu berkata, “Silahkan Pak Adrian. Kan sekarang ini di kantor Bapak…”  Pak Adrian pun menyalakan korek api dan mulai merokok. Tiba-tiba sales cantik  itu berkata, “Eh… Pak Adrian nggak takut kena kanker toh ? Apa nggak percaya kalau rokok itu bisa membunuh ?” Beberapa kali ia terbatuk… Pak Adrian jadi tersedak, dan terdiam sejenak. Wajahnya berubah merah. Diucapkannya kata-kata yang membuat sales cantik itu terperangah, “Aduh, saya lupa Mbak… ternyata saya ada janji dengan Pejabat Pemda. Maaf ya, Mbak.” Pak Adrian langsung berdiri dan mempersilahkan sales itu berlalu dari kantornya……

Ketika bercerita kepada saya, Pak Adrian berkata, “Tahu nggak Bu Lena… semula saya senang dan hampir memutuskan untuk membeli, loh. Tapi saya tersinggung dan jadi emosi ketika ia mengutak-atik kebiasaan merokok saya…” Saya hanya berkata, “Yah… sayang, ternyata untuk suksesnya selling diperlukan juga cerdas emosi ya. Memang empati dan bisa memahami pihak lain itu sangat berperan…..”

Kisah Direktur vs Staf Marketing Asuransi

Suatu hari ketika teman saya seorang Direktur sebuah Lembaga Pendidikan, didatangi 2 orang staf marketing sebuah perusahaan asuransi terkemuka. Dia sambut dengan ramah, meski dengan tegas dan halus menolaknya, karena seluruh karyawannya sudah diasuransikan. Tetapi mereka masih juga berjuang untuk “menaklukkan” atau “melunakkan hati”nya. Kata-kata yang diucapkan sungguh mengejutkan, “Kan Ibu selaku Pimpinan di sini ? Juga decission maker ? Kalau Ibu memutuskan YA, kan semua akan mengikuti ?” Kalimat dengan kata-kata yang mendesak inilah yang membuat Bu Direktur menjadi jengkel dan tersinggung, sehingga mencari jalan untuk mempersingkat pertemuan dan membuatnya berlalu.

Pengalaman serupa saya alami sewaktu saya berada di rumah. Kebetulan saya berada di teras rumah, sehingga saya tak mungkin menghindar dan mau tak mau harus menemui tamu tak diundang ini. Dua orang Sales sebuah produk yang baru nge-trend waktu itu. Secara halus saya berkata, “Wah, Anda beruntung loh bisa bertemu saya tanpa janji. Biasanya saya jarang di rumah pada jam-jam begini… malah ini baru mau mandi dan siap-siap menghadiri suatu acara.” Tamu saya langsung menjawab, “Lha kalau pakai janji, sering gagal Bu. Kan para marketer dan sales selalu dihindari banyak orang ?” Saya hanya menjawab dengan balik bertanya, “O ya ?”

Setelah pembicaraan beberapa saat, dengan ramah dan halus saya menolak tawaran produknya, saya menambahkan kata-kata, “ Wow… dengan harga setinggi itu, saya harus menabung dulu… kan sekarang saya ini sudah single  parent.” Saya terkejut dengan jawabannya, “Kan, uang memang tidak berbunyi, Bu ? Uang Ibu pasti banyak, kan ? Di bank ?” ….. Deg ! Hati saya jadi berdegub. Tersinggung ! Keramahan saya membias dan mulai berganti dengan sikap ramah yang dipaksakan. Saya menjawab masih dengan senyum, “Iya, betul… memang uang tidak berbunyi. Begini saja mas dan mbak… Perhatikan pagar rumah saya ini ya. Sekarang kan masih belum berpagar besi ? Kalau suatu saat nanti lewat rumah ini dan pagar rumah saya sudah berganti pagar besi, silakan datang lagi dan itu tandanya… saya pasti beli. Setuju, kan ?” Dengan kecewa mereka berlalu. Dalam hati saya berkata pada diri sendiri, “Rasain deh… kalau seenaknya bicara. Saya hanya berpikir, ternyata cerdas emosi itu penting ! Pagar rumah sampai kapan pun tidak akan saya ganti jadi pagar besi. Kena smash deh, lu !”

Hambatan-hambatan

Beberapa tahun lalu, saya sempat membuat semacam “survei” (hahaha.. bergaya deh), melalui telepon dan sms kepada sekitar 70 orang teman dan relasi. Baik ibu rumah tangga, pengusaha, maupun para profesional dan praktisi. Pertanyaan saya yaitu : Apa yang mereka tidak sukai terhadap para marketer dan sales yang mereka temui?  Duilah…. Banyak dan beragam jawabannya. Ternyata sebagian besar pada sikap mereka yang kurang etis, yang suka memojokkan, bersikap mendesak dan tidak bisa berempati ….

Sebagai penutup, saya ingin menceritakan pengalaman  saya baru-baru ini. Di sebuah perusahaan otomotif terkemuka di kota Jogja, tempat saya membeli mobil yang saya pakai sekarang ini, saya melihat wajah-wajah gembira para sales counter dan sales area. Ketika saya bertanya, mereka bercerita bahwa banyak dari mereka yang berhasil melebihi target yang ditetapkan perusahaan. Dari target 6 buah mobil yang harus bisa terjual dalam sebulan, ternyata banyak dari mereka yang tidak hanya berhasil mencapai target, tetap malah melebihi. Ada yang sampai berhasil menjual 13 buah mobil…. Mereka mendapat pujian dan berbagai penghargaan. Yang mengherankan saya yaitu…. diantara hadiah yang diberikan kepada mereka adalah buku 21 Most Powerful Sales Stories & Cartoons karya Anthony Dio Martin. Luar biasa !

Semoga kisah-kisah yang saya ceritakan diatas bisa menjadi kisah-kisah inspiratif yang dapat menjadi pembelajaran buat  Pembaca semua khususnya yang berada di seputar dunia sales.

Magdalena Sukartono. Praktisi, konsultan SDM, Trainer, Kolumnis Tetap Rubrik Ketenagakerjaan Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. Pengelola Lembaga Pengembangan SDM Abisatya Paramitra. Lahir di Mayong, Jepara 5 Oktober 1938 dan telah memberikan lebih dari 3.000 x pelatihan di berbagai wilayah di Indonesia.

Produk terbaru

Cek resi

Pengiriman