LIMA LEVEL KEPEMIMPINAN SEJATI
Sebuah perusahaan di Jepang, sedang merugi besar. Masalahnya, saham perusahaan juga anjlok karena perusahaan sparepart otomotif ini, mencoba untuk terjun ke bisnis properti. Tanpa pegalaman serta orang-orang yang handal serta ditimpa krisis dunia, akhirnya perusahaan ini nyaris rontok. Saham perusahaan anjlok dan banyak karyawan yang marah serta menyalahkan pimpinannya.
Akhirnya, pertemuan antara pimpinan serta para karyawanpun dilakukan. Rata-rata karyawan sudah siap untuk menyerang dan menjatuhkan si pemimpin mereka yang dianggap bertanggung jawab atas kesalahan pengambilan keputusan itu.
Ketika si pimpinan masuk, tidak ada sambutan tepuk tangan. Bahkan tidak ada penghormatan. Namun, ketika diberikan kesempatan untuk bicara. Si pimpinan perusahaan, serta merta berlutut ke lantai, membungkukkan badannya dalam-dalam dan berkata, “Saudara-saudara sekeluarga di perusahaan ini. Saya minta maaf. Saya sungguh ingin minta maaf. Saya telah mengambil keputusan yang salah yang menyebabkan saham perusahaan kita anjlok. Tetapi, jika diijinkan, saya akan melakukan langkah apapun yang diperlukan untuk membangun kejayaan perusahaan kita kembali, Saya bersedia membayar ongkosnya dengan kerja keras saya”. Serentak, semua karyawan tertunduk, ikut membungkuk dalam-dalam dan banyak diantaranya yang menangis!
Kisah di atas punya banyak kemiripan dengan kisah yang diceritakan oleh Martin L. Johnson dalam buku Chicken Soup for the Soul at World, yang berkisah tentang CEO Pioneer Hi-Bred International, yang gara-gara membeli Norand, sebuah usaha teknologi informasi, akhirnya jutsru merugi besar. Dan, hal yang tak pernah terlupakan bagi karyawannya, adalah tatkala, dengan rendah hati, Tom Urban, CEO-nya meminta maaf dengan tulus serta mengambil tanggung jawab atas kesalahannya. Itulah contoh-contoh kepemimpinan yang sungguh menginspirasi.
Lima Level Kepemimpinan
Pertanyaan paling pokok disini adalah, bagaimanakah kita bisa sampai ke level kepemimpinan yang bisa menginspirasi banyak orang? John C. Maxwell, salah seorang guru kepemimpinan yang telah mengajarkan jutaan pemimpin di dunia tentang kepemimpinan mempunyai jawabannya. Ia membagi kepemimpinan menjadi lima level yang harus dilewati. Menurutnya, jika kepemimpinan itu diibaratkan seperti anak tangga, maka terdapat lima tangga utama yang harus dilewati oleh para pemimpinan di dalam organisasi. Cobalah Anda evaluasi dan refleksikan, bagaimanakah posisi kepemimpinan Anda maupun orang-orang di sekitar Anda. Dan yang paling penting, coba perhatikan sampai di level manakah kepemimpinan Anda saat ini?
Level pertama, adalah level posisi (position). Inilah level kepemimpinan yang paling rendah. Pada dasarnya, orang mengikuti Anda karena ‘kebetulan’ mereka tidak punya pilihan sebab Andalah yang dipercaya untuk memegang posisi tersebut. Pada level ini, otoritas seorang pemimpin hanya terbatas di posisi ini. Bawahan merasa hanya perlu berinteraksi sekedar hanya untuk mendapatkan tanda tangan dan persetujuan. Tetapi, di level ini, banyak bawahan tidak merasa betul-betul dimiliki oleh atasannya, sehingga tak heran di belakang mereka sering mengata-katai boss mereka ini. Saya pernah mendapatkan sebuah email, dari seorang peserta training yang berkisah tentang boss-nya, “Pak, saya di perusahaan consulting. Pimpinan saya diangkat karena jualannya bagus dan sangat pandai negosiasi. Tapi, kami tidak pernah respek karena dia sendiri nggak pernah menganggap kami. Ia maju sendiri dan marah kalau dari kami ada yang kontak dengan pimpinan. Semua harus lewat dia. Di kantor, ia memiliki kami tapi hati kami tidak bersama dia”. Pada kenyataannya, ada banyak pemimpin yang bertahun-tahun di posisi ini, tetapi tetap tidak pernah naik ke level berikutnya.
Nah, pada level berikutnya, atau level kedua, adalah level dimana telah terjadi hubungan dan kesediaan (permission). Di sinilah orang mulai mengikuti bukan karena ‘harus’ tetapi karena mereka ‘ingin’. Di level inilah, pengaruh Anda sebagai pimpinan mulai kelihatan. Sebenarnya, ketika memasuki level ini, sudah terjadi kontak batin serta mulai ada chemistry antara orang yang dipimpin dengan yang memimpin. Proses interaksi mulai terjadi dan hubungan pun mulai terbangun. Hanya saja, jika seorang pemimpin terlalu lama di tangga ini, bisa jadi ia menjadi sangat populer di mata bawahannya, hubungannya baik tetapi hasil dan output-nya bisa jadi kurang memuaskan. Itulah sebabnya seorang pemimpin tidak boleh terlalu lama di tangga ini.
Tangga kedua ini sebenarnya mengingatkan kita pada Edward Liddy, mantan Chairman dan CEO AIG, yang reputasinya anjlok setelah ia membagi-bagikan bonus besar kepada karyawannya. Di mata karyawan mungkin saja tindakan tersebut dianggap populer dan ia pun disukai, tetapi secara bisnis langkah ini tentu saja tidak strategis. Masalahnya, untuk selamat saja, AIG konon harus menerima dana bailout dari pemerintah AS sebesar $84 miliar.
Berikutnya, level ketiga dari kepemimpinan adalah level menghasilkan (production). Kalau level kedua banyak berbicara mengenai pandangan tentang Anda di mata karyawan, level ketiga ini mulai berbicara mengenai pandangan Anda di mata manajemen. Masalahnya, di sinilah orang mulai melihat bagaimana output team yang Anda hasilkan, setelah Anda mulai memimpin suatu tim. Jika seorang pemimpin sudah berhasil sampai di level ini, maka selain terdapat kontak batin yang baik antara pemimpin dengan anak buahnya, juga terdapat hasil yang bisa dibanggakan.
Kemudian, level berikutnya adalah level pengembangan orang (People Development). Disinilah, seorang pemimpin tahu bahwa ia tidak bisa menjadi sukses sendirian, atau hanya dirinya yang mampu sementara anak buahnya bergantung padanya. Dalam level inilah, maka seorang pemimpin mulai banyak meluangkan waktunya untuk melakukan proses coaching dan counseling ataupun mentoring untuk mendidik orang-orang di bawahnya agar mampu. Sayangnya, banyak pemimpin yang terlambat sekali tiba di level ini. Baru-baru ini, dalam acara makan malam dengan seorang CEO yang sudah tua, ia mengatakan, “Pak Anthony, Saya agak terlambat menyiapkan orang-orang untuk menggantikan saya. Sekarang, saya sudah sakit-sakitan. Saya mulai membagikan semua ilmu yang saya miliki untuk orang-orang yang diproyeksikan akan memimpin bisnis ini di masa depan. Saya tidak tahu, apakah waktu saya masih akan mencukupi untuk itu”
Akhirnya, di ujung level kepemimpinan, terdapatlah level kepemimpinan yang tertinggi yang kita sebut sebagai level kepemimpinan yang sungguh menginspirasi (Personhood). Hebatnya kepemimpinan model ini adalah bahkan setelah pemimpin tersebut tidak ada, ataupun telah lama meninggalkan dunia ini, semangat dan nilai kepemimpinannya masih dapat dirasakan. Di sinilah, seorang pemimpin dapat menginspirasi seseorang dengan nilai-nilai serta filosofi hidup yang dimilikinya. Seperti kisah kita di awal tulisan ini, seorang pemimpin di level ini mulai menginspirasi melalui karakter, nilai-nilai maupun perbuatan yang tiak diucapkannya. Tetapi, seorang orang pada akhirnya akan melihatnya.
Menurut John Maxwell, tidak banyak pemimpin yang bisa sampai di level kepemimpinan ini. Mahatma Gandhi adalah salah satu contoh kepemimpinan yang termasuk di kategori ini. Boleh saja, ada orang yang membencinya hingga akhirnya ia ditembak mati. Tetapi, nilai dan filosofi hidupnya justru tetap tumbuh dan berkembang, jauh hari setelah ia meninggal. Dan itulah contoh kepemimpinan di level tertinggi ini.
Dengan memahami kelima level kepemimpinan tersebut, ada beberapa pertanyaan yang akan saya tinggalkan sebagai pe-er bagi Anda yang membaca tulisan ini: kira-kira sampai di level manakah kepemimpinan Anda saat ini? Bagaimanakah pandangan tentang Anda di mata karyawan? Bagaimana caranya supaya kepemimpinan Anda bisa naik kelas ke level berikutnya? Lakukan sesuatu untuk membuat kepemimpinan Anda bermakna!
(Anthony Dio Martin, Managing Director HR Excellency, Trainer dan speaker Pengembangan Diri, Host Program Radio Smart Emotion di SmartFM, ahli Psikologi, penulis buku-buku best seller)