( pcs)
GambarBarangjmlBeratTotal
keranjang belanja anda kosong
00,00Rp 0

MENJAGA CYBERSPACE RI (OPINI REPUBLIKA)

Senin, Oktober 19th 2015.

MENJAGA CYBERSPACE RI (OPINI REPUBLIKA)Ada tiga fokus dibahas dalam simposium nasional cyber security yang digelar pada 3-4 Juni 2015 di Jakarta. Tiga fokus itu, yakni infrastruktur cyber security, infrastruktur ekonomi vital yang terkait cyber security, dan kolaborasi instansi pemerintah dalam penguatan cyber security.

Usaha pemerintah ini patut didukung segenap pihak. Kini, seluruh negara cenderung tak bisa lepas dari teknologi informasi. Kuatnya ketergantungan ini diimbangi semakin cepatnya pertumbuhan jaringan internet di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Cara komunikasi pun berubah, termasuk para pengambil kebijakan dan dunia usaha. Sampai akhir 2014, pengguna internet di Indonesia lebih dari 80 juta orang. Belum lagi, 85 persen di antaranya adalah pemakai aktif media sosial. Fakta inilah yang membuat pemerintah harus menelurkan banyak kebijakan strategis menyambut era baru digital ini.

Salah satu konsekuensi adopsi yang tinggi pada teknologi informasi adalah lahirnya cyberspace. Sebuah wilayah di mana manusia sebagai individu, pelaku usaha, hingga pengambil kebijakan sebuah negara berinteraksi tanpa batas dengan orang lain. Cyberspace sebagai wilayah “baru” ini pada akhirnya harus mendapatkan pengawasan dan perlindungan karena begitu banyak potensi di sana.

Negara harus mempersiapkan infrastruktur yang kuat agar ketergantungan pada asing tidak semakin besar. Ketergantungan pada asing hanya akan mengikis kedaulatan kita. Contohnya seperti Facebook. Ketiadaan media sosial serupa yang kuat membuat Facebook dengan mudah mengeruk uang dari Indonesia tanpa membayar pajak.

Berbeda dengan Cina yang jauh-jauh hari mempersiapkan QQ dan Baidu, sehingga Facebook dan Google tak bisa seenaknya di negara mereka. Media sosial di era digital memegang peran penting, terutama dalam pengumpulan informasi. Snowden dalam salah satu bocoran terkait program PRISM oleh Nasional Security Agency (NSA) mempertegas bahwa perusahaan teknologi macam Microsoft, Yahoo, Google, Twitter, dan semacamnya wajib memberikan informasi pada NSA.

Di Indonesia, masalah dunia digital atau cyberspace sudah cukup rumit. Mulai dari makin banyaknya pencurian dana nasabah perbankan sampai teknologi lawas yang masih dipakai bank-bank besar. Keterlibatan masyarakat di cyberspace belum diikuti kesadaran akan keamanan siber yang memadai.

Belum lagi, pengamanan terhadap infrastruktur vital, seperti IT KPU, data BPJS, OJK, dan data e-KTP. Belum lagi, jika Indonesia nantinya sukses mengadopsi sistem identitas tunggal. Konsekuensinya, pengamanan data harus sangat kuat, sekali bobol kekacauan administrasi di negara ini akan terjadi.

Melihat kondisi ini, pemerintah melihat pembentukan Badan Cyber Nasional (BCN) sebagai garda terdepan pengaman cyberspace Indonesia semakin mendesak. Menko Polhukam langsung menyampaikan BCN bisa bertugas mengoordinasikan semua lembaga dan kementerian terkait pengamanan siber.

Cyberspace bisa dilihat sebagai wilayah baru yang harus diamankan, sebagaimana wilayah darat, laut, dan udara yang menjadi tanggung jawab TNI. Pemerintah bisa melihat berbagai model lembaga siber di negara lain.

Di Amerika Serikat, Presiden Obama membentuk tim siber di bawah komandonya langsung, di luar dari NSA. Obama memegang kendali langsung karena AS menjadi target serangan siber dewasa ini. Serangan tidak selalu menyerang instansi pemerintah, tapi juga pelaku ekonomi yang vital, terutama perbankan. Kongres bahkan telah menyetujui anggaran Rp 114 triliun yang diajukan pemerintah Obama “hanya” untuk urusan pengamanan siber.

Pemerintah Singapura juga baru meresmikan lembaga siber. Posisi dan peran Singapura sebagai pusat bisnis dunia membuat mereka memberikan perhatian dan porsi anggaran yang besar pada pengamanan siber.

Posisi BCN masih digodok pemerintah. Diusahakan, dalam anggaran 2016 akan masuk dan menjadi salah satu prioritas. Ada baiknya, dalam posisi kelembagaan negara, BCN bisa setingkat Badan Intelijen Negara (BIN) agar kewenangannya bisa lebih efektif. Tentu, kita tidak ingin keberadaan BCN tidak dianggap oleh lembaga negara lainnya hanya karena posisi yang tidak selevel dalam sistem ketatanegaraan.

BCN punya fungsi yang sangat vital. Ekonomi dan pembangunan akan sangat sulit dipisahkan dari cyberspace. Artinya, BCN harus memastikan keamanan setiap sektor vital pembangunan dan ekonomi.

Contohnya adalah Estonia. Negara pecahan Uni Soviet ini lumpuh pada 2007. Negara yang saat itu disebut paling terdigitalisasi, Estonia menghadapi serangan hacker Rusia yang memorakporandakan seluruh layanan publik di sana. Mulai dari listrik, sampai ATM lumpuh dalam waktu cukup lama.

Untuk memastikan tugas BCN berjalan lancar adalah menguatkan infrastruktur keamanan siber dengan produk dalam negeri. Langkah ini bisa meminimalisasi adanya backdoor atau alat sadap yang disusupkan dalam setiap peralatan maupun software bila kita membeli dari negara lain.

BCN bisa bekerja sama dengan Lembaga Sandi Negara untuk menghasilkan teknologi tinggi dalam pengamanan siber. Mulai dari algoritmanya sampai perangkat keras, bisa saja BCN mendorong keterlibatan industri local. Efeknya jelas besar dengan kemandirian industri pertahanan siber, memperkuat kedaulatan nasional.

Sehebat apapun teknologi, pada akhirnya akan dijalankan oleh manusia juga. Karena itu, SDM yang akan menjalankan BCN perlu diseleksi sangat ketat. Bukan hanya kapasitas keilmuannya yang tak kalah penting adalah kesetiaan pada NKRI.

Di sinilah kunci sukses dan efektivitas BCN. Kewenangan yang luas dan kuat untuk mengoordinasikan semua lembaga terkait jangan sampai malah menjadi lubang baru dalam sistem pertahanan siber Indonesia. BCN diharapkan bisa menggandeng Polri, TNI, Lembaga Sandi Negara, Kemenko Polhukam, Kemenhan, Kominfo, dan lembaga, seperti ID-SIRTII. Tak lupa para akademisi dan lembaga riset keamanan siber.

Keinginan Presiden Jokowi untuk mengimplementasikan e-government akan dimulai dengan kelahiran BCN. Langkah awal, BCN memastikan sistem yang mengintegrasikan semua kementerian dan lembaga negara ini akan benar-benar aman. Dari sinilah, semua akan dimulai dan menjadi era baru bagi pemerintahan yang terdigitalisasi.

Tugas berat sudah menanti BCN. Pada akhirnya kita tak akan bisa menghindari kehidupan di dunia digital dengan segala risiko dan pertarungan yang harus dihadapi.

Pratama Persadha
Chairman Communication & Information System Security Research Center (CISSReC)

Produk terbaru

Rp 29.900 39.000
Order Sekarang » SMS : 087875741110
ketik : Kode - Nama barang - Nama dan alamat pengiriman
Kode27670 - Optimals Oxygen Boost Face Blotting Tissues
Nama BarangOptimals Oxygen Boost Face Blotting Tissues
Harga Rp 29.900 39.000
Anda HematRp 9.100 (23.33%)
Lihat Detail
Rp 139.000 198.000
Order Sekarang » SMS : 087875741110
ketik : Kode - Nama barang - Nama dan alamat pengiriman
Kode30348 - Optimals Even Out Face Lotion SPF 30
Nama BarangOptimals Even Out Face Lotion SPF 30
Harga Rp 139.000 198.000
Anda HematRp 59.000 (29.80%)
Lihat Detail
Rp 195.000 198.000
Order Sekarang » SMS : 087875741110
ketik : Kode - Nama barang - Nama dan alamat pengiriman
KodeOptimals White Skin Youth
Nama BarangOptimals White Skin Youth
Harga Rp 195.000 198.000
Anda HematRp 3.000 (1.52%)
Lihat Detail
Rp 145.000 169.000
Order Sekarang » SMS : 087875741110
ketik : Kode - Nama barang - Nama dan alamat pengiriman
KodeOptimals Body
Nama BarangOptimals Body
Harga Rp 145.000 169.000
Anda HematRp 24.000 (14.20%)
Lihat Detail
Rp 129.000 179.000
Order Sekarang » SMS : 087875741110
ketik : Kode - Nama barang - Nama dan alamat pengiriman
KodeOptimals Even Out CC Face Cream SPF 20
Nama BarangOptimals Even Out CC Face Cream SPF 20
Harga Rp 129.000 179.000
Anda HematRp 50.000 (27.93%)
Lihat Detail
Rp 195.000 198.000
Order Sekarang » SMS : 087875741110
ketik : Kode - Nama barang - Nama dan alamat pengiriman
Kode32411 - Optimals White Radiance Day Fluid spf 30
Nama BarangOptimals White Radiance Day Fluid spf 30
Harga Rp 195.000 198.000
Anda HematRp 3.000 (1.52%)
Lihat Detail

Cek resi

Pengiriman