INI 6 KONTEN YANG TERANCAM PENJARA TERKAIT REVISI UU ITE
Jakarta – UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) perubahan mulai berlaku efektif hari ini. Secara umum, tidak ada yang terlalu signifikan dalam UU tersebut.
Dalam catatan detikcom, Senin (28/11/2016), seluruh konten informasi elektronik masih bisa dijadikan delik dalam UU tersebut. Bedanya, bila dulu adalah delik umum, maka kini menjadi delik aduan. Hal-hal yang dilarang yaitu:
- Konten melanggar kesusilaan, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
- Konten perjudian, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
- Konten yang memuat penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Bila dulu diancam maksimal 6 tahun penjara, kini menjadi 4 tahun penjara.
- Konten pemerasan atau pengancaman, ancaman tetap yaitu maksimal 4 tahun penjara.
- Konten yang merugikan konsumen, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
- Konten yang menyebabkan permusuhan isu SARA, ancaman tetap yaitu maksimal 6 tahun penjara.
Nah lalu bagaimana soal medium sarana elektronik? Tidak ada yang berubah. Semua sarana elektronik bisa dijadikan objek UU ITE, dari SMS, sosial media, email hingga mailing-list.
Contoh kasus SMS yang berisi penghinaan terjadi di Desa Bara, Kecamatan Woja, Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Yaitu kala Siti Mardiah (45) SMS Emi Hidayanti pada 2014. Siti mengirim SMS yang berisi penghinaan dan mengata-ngatai Emi sebagai pelacur.
Kasus ini naik ke pengadilan dan Siti lalu dihukum pidana percobaan.
“Menjatuhkan pidana penjara selama 1 bulan. Pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusn hakim yang menentukan lain bahwa terpidana sebelum lewat masa percobaan selama 2 bulan melakukan perbuatan yang dapat dipidana,” ucap ketua majelis Djuyamto dengan anggota M Nur Salam dan Ni Putu Asih Yudiastri.
Masih soal SMS, Saiful dipenjara 5 bulan karena dia mengirimkan SMS berisi perkataan cabul, jorok dan porno kepada Adelian Ayu Septiana. Adel pun melaporkan hal ini ke polisi. Kasus bergulir hingga ke Mahkamah Agung.
Majelis kasasi yang diketuai Djoko Sarwoko dengan hakim anggota Komariah Emong Sapardjaja dan Surya Jaya menjatuhkan hukuman 5 bulan kepada Saiful. Kasus ini menjadi kasus pertama yang masuk MA terkait SMS cabul yang dipidana.
Kasus UU ITE via mailing-list dan email yang paling heboh adalah kasus Prita Mulyasari. Prita mengeluhkan layanan sebuah rumah sakit dalam bentuk email. Pihak RS lalu mempolisikan Prita dan jaksa menuntut Prita selama 6 bulan penjara. Pada 29 Desember 2009, majelis hakim PN Tangerang memutus bebas Prita Mulyasari. Alasan utama membebaskan Prita karena unsur dakwaan pencemaran nama baik tidak terbukti.
Siapa nyana, MA membalikkan semuanya. MA mengabulkan kasasi jaksa dan menyatakan Prita Mulyasari bersalah dalam kasus pencemaran nama baik RS Omni Alam Sutera, Tangerang. Prita divonis 6 bulan, tapi dengan masa percobaan selama 1 tahun. Kasus ini lalu dimintakan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) dan dikabulkan. Prita bebas.
Untuk kasus SARA, masyarakat tentu masih ingat kasus Florence Saulina Sihombing. Mahasiswa S2 di Yogyakarta itu menuliskan kata negatif dalam akun Path-nya karena kesal dengan antrean beli bensin. Florence nyaris ditahan polisi dan akhirnya diadili.
Pada 31 Maret 2015, PN Yogyakarta menyatakan Florence tidak perlu dihukum 2 bulan penjara asalkan tidak berbuat kejahatan selama 6 bulan ke depan. Selain itu, Florence juga harus membayar denda Rp 10 juta. Pada 28 Juli 2015, Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta memperbaiki putusan PN Yogyakarta sekedar menghapus pidana dendanya. (asp/rou)
(detik.com)