BOS KOMPLOTAN PENYANDERA DATA RAUP RP 100 JUTA PER BULAN
Jakarta – Jika penghasilan hacker baik-baik (white hat) bisa mencapai Rp 224 juta tiap bulannya, penghasilan hacker jahat penyandera data ternyata tak bisa sebesar itu.
Memang, uang hasil penyanderaan itu sebenarnya terbilang besar, sekitar USD 9.000 tiap bulannya, didapat dari sekitar 30 transaksi bernilai sekitar USD 300 yang didapat dari perusahaan-perusahaan yang datanya disandera.
Namun sebagian besar dari uang itu diambil oleh si pemimpin komplotan penjahat cyber, yaitu sekitar USD 7.500 atau Rp 100 juta (USD 1 = Rp 13.400). Sementara anak buahnya hanya kebagian recehan, sekitar USD 1.500 yang masih harus dibagi-bagi lagi ke sesamanya.
Namun dengan upah rata-rata di Rusia yang berkisar di angka USD 500 tiap bulannya, wajar saja jika bisnis ransomware ini jadi pilihan bagi banyak orang, demikian dikutip detikINET dari Business Insider, Senin (6/6/2016).
“Ransomware sangat bisa menjadi sumber penghasilan utama bagi penjahat cyber asal Rusia,” tulis Flashpoint, perusahaan penyedia jasa keamanan cyber. Data ini didapat setelah Flashpoint memantau bermacam aksi ransomware yang terjadi di Rusia sejak Desember 2015 lalu.
Dari situ mereka mendapat banyak informasi mengenai taktik dan teknik yang digunakan untuk melancarkan aksi ini, termasuk jumlah uang yang dihasilkan.
Ransomware merupakan jenis malware yang mencari keuntungan finansial dengan menyandera data dari komputer korban. Bisa data dokumen, foto, database, AutoCad, Adobe, lagu, film dan lainnya.
Si bos komplotan tentu adalah orang yang mendapat keuntungan paling tinggi, dengan membodohi banyak orang. Ia merekrut penjahat-penjahat cyber kelas teri yang ia iming-imingi dengan bayaran ‘menggiurkan’ meski tak mempunyai skill hacking yang tinggi.
Mereka hanya perlu menyusupkan ransomware yang sudah ada ke komputer korban, melalui spam, phising ataupun situs penyebaran file bajakan. Jika sudah berhasil, si korban akan diminta untuk melakukan pembayaran melalui bitcoin.
Metode ini sangat menguntungkan bagi bos komplotan, karena ia tak perlu mengotori tangannya dengan menyebar ransomware ke korban dan transaksi bitcoin yang tak bisa dilacak oleh pihak berwajib. (asj/ash)