BELANJA ONLINE MENINGKAT, KONSUMEN INDONESIA JADI SASARAN EMPUK
JAKARTA, PCplus – Belanja online mulai jamak dilakukan di tanah air. BMI Research memperkirakan, tahun ini transaksi belanja online di Indonesia akan mencapai Rp 50 triliun, atau naik 2x dibandingkan tahun 2014 yang bernilai Rp 21 triliun.
Makin tingginya aktivitas belanja online ini memancing penjahat cyber. Tahun lalu saja, lapor Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII), ada 48,8 juta serangan di Indonesia. Jumlah ini setara dengan hampir setengah dari total pengguna internet di Indonesia yang menurut data APJII 2015 mencapai 88,1 juta.
Pengguna Internet di Indonesia sudah mulai menjadi sasaran empuk penjahat cyber. Apalagi pengguna Internet di Indonesia kurang hati-hati. Mereka cenderung mengumbar data pribadi di dunia maya tanpa memikirkan konsekuensinya. Nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, nomor telepon, alamat dan bahkan nomor kartu kredit diberikan dengan sukarela ke beragam situs yang tak jelas latar belakangnya.
Karena itulah Fetra Syahbana (Country Manager F5 di Indonesia) mengingatkan pengguna dan juga perusahaan penyedia jasa untuk mampu mengantisipasi berbagai resiko keamanan yang mungkin menyerang mereka. Pengguna misalnya, harus lebih waspada ketika mengisi ‘formulir’ atau berbagi dan menyimpan data-data pribadi mereka di internet. Sedangkan perusahaan perlu melakukan langkah-langkah keamanan yang proaktif agar mampu mengantisipasi kecanggihan, frekuensi, dan teknik serangan siber yang berkembang dengan cepat dari waktu ke waktu.
Menurut Fetra, perangkat keamanan konvensional yang kini banyak diterapkan oleh perusahaan tidak lagi cukup untuk mengatasi berbagai ancaman cyber modern. “Dibutuhkan platform mitigasi yang mampu menyediakan perlindungan terhadap aplikasi perusahaan yang tersebar di lintas platform dan ekosistem (baik on-premise, cloud, maupun hybrid). Meskipun hal tersebut sangat mungkin dilakukan, namun yang menjadi kendala saat ini adalah tingginya tingkat kerumitan dan biaya yang dibutuhkan untuk menerapkan sistem keamanan, mereplikasi serta menegakkan policy keamanan aplikasi lintas platform dan ekosistem,” katanya.
Jadi bagaimana solusinya? Perusahaan, kata Fetra, punya dua pilihan. Pilihan pertama adalah menanamkan investasi untuk memiliki tim internal yang fokus untuk keamanan IT perusahaan. Sedangkan pilihan kedua adalah mengadopsi solusi berbasis langganan seperti layanan keamanan hybrid dari F5 Networks.
“Layanan Security Operations Center (SOC) dari F5, akan memberikan akses bagi pelanggan ke database yang berisi segala informasi tentang perkembangan ancaman keamanan sistem IT global dan dukungan dari para ahli keamanan F5 untuk mengantisipasi dan memitigasi serangan siber. Selain itu layanan seperti F5 Silverline Web Application Firewall (WAF) juga menyediakan tenaga ahli untuk untuk membatu perusahaan dalam mengembangkan mengonfigurasi, serta menyempurnakan kebijakan keamanan di sistem IT pelanggan. Solusi berbasis langganan ini mengibaratkan perusahaan mengalihdayakan IT security engineer mereka, sehingga tim internal perusahaan dapat memusatkan perhatiannya pada hal lain yang lebih prioritas,” jelas Fetra.