AWS RE:INVENT 2016, BAROMETER KEMATANGAN KOMPUTASI AWAN

Panggung acara AWS re:Invent 2016 di Las Vegas, Amerika Serikat, yang dihadiri lebih dari 32 ribu peserta dari seluruh dunia, termasuk InfoKomputer dari Indonesia.

Las Vegas, InfoKomputer – Perlahan namun pasti, bisnis, teknologi, dan pemanfaatan cloud computing semakin menemukan bentuknya dan menjadi new normal bagi kalangan bisnis skala menengah maupun enterprise.

Acara global gathering tahunan komunitas Amazon Web Services (AWS) re:Invent bisa menjadi barometernya. Dari sisi jumlah peserta, acara yang telah memasuki tahun kelima penyelenggarannya ini semakin menyedot perhatian berbagai pihak. Ketika pertama kali digelar, re:Invent 2012 dihadiri sekitar 6.000 peserta, yang kebanyakan adalah developer dan startup. Dua tahun kemudian, 13 ribu peserta memadati area re:Invent 2014.

Pada tahun ini, jumlah attendee bertambah 63 persen dari tahun 2015. Dalam keynote yang disampaikan hari Rabu (30/11) waktu Las Vegas, Andy Jassy (CEO, AWS) menyatakan sekitar 32 ribu peserta hadir di Las Vegas tahun ini. Lima puluh persen peserta datang dari kalangan enterprise. Sementara startup diwakili 9 persen dan SMB 20 persen dari attendee.

Saking membeludaknya jumlah peserta, AWS memperluas venue re:Invent 2016 ke Mirage dan Encore, selain The Venetian. Beberapa acara disuguhkan AWS untuk peserta, seperti training (Bootcamp, Hands-on Lab, breakout session), ujian sertifikasi, dan hackathon.

Dari sisi konten, empat tahun lalu, AWS re:Invent lebih banyak membahas layanan dan menampilkan customer dari SMB dan startup, seperti Airbnb. Namun sejak dua tahun terakhir ini, AWS menampilkan para IT leader dari organisasi dan perusahaan berskala enterprise, seperti GE, Capital One, Philips, Johnson & Johnson, dan Nike.

Beberapa customer yang sukses mentransformasi infrastruktur teknologi dan sistem informasinya ke cloud diundang Andy Jassy ke panggung keynote speech hari pertama re:Invent 2016.

Tom Gergets (CTO, McDonald’s) memaparkan bagaimana cloud computing membantu inovasi sistem point-of-sale sebagai backbone perusahaan makanan cepat saji ini. Steve Randich (CIO, Finra) membagi pengalamannya melakukan migrasi critical system ke cloud. Fabio Veronese (Head of Infrastructure and Technological Services, Enel) juga memiliki pengalaman transformasi infrastruktur on premise ke cloud.

Dari sisi bisnis, AWS menempati posisi “Leaders” dalam Gartner Magic Quadrant untuk Cloud Infrastructure as a Service. Dan untuk keenam kalinya perusahaan yang bermarkas di Seattle ini menempati posisi tersebut. Laporan finansial Amazon yang diumumkan akhir Oktober lalu menyebutkan bahwa AWS telah meraup pendapatan sekitar US$3,2 miliar dengan pertumbuhan sekitar 55% year on year dan memperlihatkan revenue run rate sebesar US$13 miliar.

Cloud Tak Bisa Ditunda Lagi

Kecepatan pengembangan layanan (services) AWS yang pastinya dilatarbelakangi kebutuhan pelanggan pun terbilang menakjubkan jika dibandingkan penyedia layanan cloud lainnya, khususnya public cloud.

Sampai dengan pertengahan tahun 2016, AWS telah menambahkan 422 layanan baru. Tahun lalu saja jumlah layanan yang ditawarkan mencapai 722 service. Kecepatan inovasi merupakan salah satu kunci sukses AWS di pasar komputasi awan.

Dalam sepuluh tahun pertama bisnisnya, AWS menggelontorkan banyak sekali inovasi. “Bukan hanya inovasi dari AWS, melainkan juga inovasi para pelanggan kami dari semua ukuran perusahaan di atas platform AWS. Apakah artinya tidak banyak lagi inovasi yang kami lakukan dalam sepuluh tahun ke depan?” tanya Andy Jassy di hadapan peserta re:Invent 2016. Andy menjanjikan lebih banyak inovasi dalam satu dekade ke depan daripada sebelumnya.

Andy Jassy (CEO, AWS) di atas panggung AWS re:Invent 2016, Las Vegas, Amerika Serikat.

Di tahun-tahun awal, AWS sudah cukup menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk meyakinkan pasar tentang manfaat cloud, untuk startup maupun enterprise. “Akankah organisasi menjalankan mission-critical application di public cloud? Kami menghabiskan banyak waktu untuk bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan itu,” tandasnya.

Kini, menurut Jassy, tidak ada lagi diskusi seperti itu. “Pertanyaannya hari ini adalah ‘when’ dan ‘how’,” imbuhnya. Ia yakin generasi cloud builder berikutnya akan memanfaatkan cloud computing dengan kapabilitas yang lebih masif.

“Untuk mengembangkan bisnis yang belum pernah terbayang oleh kita sebelumnya, dan yang lebih penting, untuk mengubah pengalaman pelanggan agar bisnis mereka bisa eksis selamanya,” ujar Jassy di ujung acara.