TREN UANG ELEKTRONIK HARUS MEMPERHATIKAN SISI KEAMANAN
JAKARTA – Tren uang elektronik tampaknya semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Agar transaksi aman, teknologi ini harus diiringi dengan jaminan keamanan yang mumpuni.
Seperti diketahui, empat bank nasional berencana mengintegrasikan sistem pembayaran non tunai melalui uang elektronik ke dalam satu jaringan bersama dalam waktu dekat. Keempat bank tersebut adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Central Asia (BCA), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Penggunaan uang elektronik semakin diminati masyarakat ketika melakukan berbagai macam transaksi sehari-hari. Transaksi seperti membayar tol, transportasi umum, parkir, menjadi lebih cepat dan praktis.
Bank Indonesia mendefinisikan uang elektronik sebagai segala jenis uang yang tersimpan di sebuah sistem seperti server (online) atau chip (kartu) dan fungsi utamanya adalah sebagai alat pembayaran.
Menurut data yang dirilis oleh Bank Indonesia, jumlah uang elektronik yang beredar pada tahun 2016 berjumlah lebih dari 51 juta, meningkat dari tahun 2015 yang berjumlah 34 juta.
Namun kepraktisan dan kemudahan yang ditawarkan uang elektronik belum cukup mengatasi kekhawatiran dalam aspek keamanan bertransaksi. Menurut riset dari perusahaan keamanan Kaspersky, mereka memprediksikan uang elektronik menjadi salah satu target kejahatan siber global di tahun 2017.
Chairman lembaga riset keamanan cyber, CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), Pratama Persadha mengatakan, uang elektronik harus memperhatikan aspek keamanan. Ia mengatakan, kartu uang elektronik tidak dilengkapi dengan PIN, berbeda dengan kartu debit atau kartu kredit, sehingga menjadi rentan disalahgunakan.
Bank Indonesia dan pihak-pihak penerbit kartu harus memperhatikan aspek keamanan dalam penggunaan uang elektronik sehingga konsumen merasa aman ketika bertransaksi. Jangan sampai ada kejadian kartu tidak digunakan tetapi saldo pada uang elektronik konsumen berkurang.
Peningkatan keamanan sistem pembayaran uang elektronik dilakukan terhadap infrastruktur teknologi yang terkait, seperti pengamanan pada media penyimpan uang elektronik dan pada sistem yang digunakan untuk memproses transaksi uang elektronik. Selain itu, pihak penerbit harus melakukan audit pada sistem yang digunakan dan dilaporkan secara berkala untuk mengetahui kelemahan atau kekurangannya.
Tidak hanya pada pihak perbankan, konsumen sebagai pengguna langsung uang elektronik harus selalu teliti dan cermat dalam melakukan setiap transaksi. Selalu perhatikan jumlah saldo yang dimiliki. Apabila merasa jumlah saldo tidak sesuai dengan pemakaian, segera laporkan kepada pihak penerbit uang elektronik.
Sebaiknya konsumen memperhatikan ketika melakukan transaksi, karena seringkali konsumen tidak menyadari uang elektronik ditempelkan dua kali pada reader untuk satu transaksi yang sama, sehingga nilai uang elektronik berkurang lebih besar dari nilai transaksi.
Batasi mengisi saldo uang elektronik dalam jumlah yang besar. Jika kartu rusak atau hilang maka saldo yang tersimpan di dalam kartu tersebut otomatis juga hilang.
(Okezone)