STRATEGI ALIHKAN SEKTOR PEMERINTAHAN KE KOMPUTASI AWAN
Cloud computing adalah salah satu tren teknologi informasi (TI) yang akan terus menguat hingga beberapa tahun mendatang. Banyak perusahaan beralih dari solusi TI yang bersifat on-premise ke solusi berbasis cloud computing. Solusi ini menawarkan kenyamanan dan fleksibilitas dalam pemasangan dan pemeliharaan perangkat-perangkat TI.
Peralihan dari capital expenditure (capex) ke operational expenditure (opex) di sisi finansial juga menjadi alasan kuat yang mendorong peralihan ke cloud computing. Bagi usaha kecil menengah (UKM) dan startup, model opex justru menjadi alasan utama mereka untuk mengadopsi cloud computing karena mereka tidak perlu menyiapkan dana besar untuk menikmati layanan teknologi berkelas enterprise.
Manfaat-manfaat implementasi cloud computing yang diperoleh perusahaan-perusahaan tersebut juga valid bagi instansi pemerintah. Dengan beralih ke cloud computing, instansi pemerintah pun tidak perlu menghabiskan sumber daya yang dimilikinya, baik uang maupun tenaga, untuk membeli dan memelihara perangkat TI on-premise. Instansi pemerintah dapat menyerahkan beban kepemilikan berbagai perangkat TI tersebut kepada penyedia cloud computing.
Kenyamanan, fleksibilitas, minimalisasi capex, maksimalisasi opex, atau manfaat-manfaat lain yang dirasakan oleh perusahaan swasta pengguna cloud sudah pasti dapat dirasakan juga oleh instansi pemerintah.
Namun sampai saat ini, penggunaan cloud computing di lingkungan instansi pemerintah di Indonesia belum memperlihatkan pertumbuhan signifikan. Beberapa instansi pemerintah memang sudah menggunakan cloud computing, tapi sifatnya masih sporadis dan cenderung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu saja.
Perlu Dukungan Kebijakan
Walaupun Pemerintah Indonesia saat ini sudah mulai menaruh perhatian pada e-government dan pemanfaatan TI untuk memberikan pelayanan publik, penggunaan cloud computing untuk mengembangkan solusi end-to-end atau solusi back-end yang komprehensif di instansi pemerintah boleh dibilang masih rendah.
Bila kita bandingkan dengan instansi Pemerintah Australia, kondisinya berbanding terbalik dengan kondisi di sini. Australia, melalui versi ketiga dari Australian Government Cloud Computing Policy, telah membuka peluang dan mendorong instansi-instansi pemerintahnya untuk menjadikan cloud computing sebagai salah satu pilihan untuk menyediakan layanan publik atau mendukung kegiatan internal.
Peralihan ke solusi TI berbasis cloud tersebut tentu saja tidak bersifat mendadak. Instansi Pemerintah Australia paling tidak harus menunggu habisnya kontrak yang sedang berjalan. Saat kontrak berakhir atau saat dilakukannya penggantian atau pembaruan aset-aset TI menjadi momen bagi instansi-instansi tersebut untuk beralih ke cloud computing.
Indonesia pun membutuhkan dorongan yang bersifat nasional, misalnya melalui cloud computing policy seperti yang dibuat Pemerintah Australia. Dengan adanya kebijakan seperti itu, instansi-instansi pemerintah tidak perlu ragu lagi untuk menjadikan cloud computing sebagai alternatif bagi solusi TI on-premise.
Kalaupun sinergi di tingkat nasional tidak bisa tercapai, kebijakan seperti itu dapat diprakarsai di tingkat kementerian atau lembaga setingkat kementerian untuk diterapkan oleh unit-unit di bawah lembaga tersebut. Apalagi kalau lembaga-lembaga tersebut sudah memiliki Chief Information Officer (CIO), baik di tingkat lembaga atau satu tingkat di bawahnya, peralihan dari solusi TI on-premise ke solusi TI berbasis cloud computing di lembaga tersebut akan berjalan lebih lancar.
Faktor Penting Tingkatkan Adopsi Cloud
Satu hal yang harus dikedepankan adalah pola pikir efisiensi. Kebijakan untuk beralih dari capex ke opex melalui penggunaan cloud computing, baik di tingkat nasional maupun di tingkat lembaga, akan berjalan lambat bila pola pikir “menghabiskan anggaran” masih dipertahankan. Untuk apa berhemat dan beralih ke opex kalau berujung pada rapor penyerapan anggaran yang buruk? Untuk apa opex didahulukan daripada capex kalau berujung dengan pembatasan ruang gerak akibat pemangkasan anggaran?
Efisiensi seharusnya dilihat sebagai usaha cerdas sebuah lembaga yang perlu diapresiasi melalui, misalnya, rapor penghematan anggaran yang baik dan ruang gerak ekstra di sisi anggaran. Dengan begitu, kebijakan-kebijakan yang mendorong penggunaan cloud computing tidak terbentur oleh pemikiran-pemikiran pragmatis di setiap lembaga.
Di sisi lain, para penyedia layanan cloud computing, khususnya dari kalangan swasta, harus bergegas memperkuat kredibilitasnya di mata Pemerintah Indonesia. Membangun data center di dalam negeri tentu saja menjadi prioritas agar tidak tersandung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Bukti eksplisit terkait jaminan keamanan dan kerahasiaan data pun tidak kalah penting. Selama tidak ada regulasi atau standar tertentu, misalnya seperti Federal Risk and Authorization Management Program (FedRAMP) di Amerika Serikat, para penyedia layanan cloud computing perlu membuktikan kredibilitasnya lewat sertifikasi dari lembaga tertentu seperti Cloud Security Alliance. Sertifikasi-sertifikasi lain yang relevan seperti sertifikasi fault tolerant dari Uptime Institute juga perlu diperoleh untuk memperkuat kredibilitas tersebut.
Apakah investasi untuk sertifikasi tersebut layak dilakukan? Kondisi saat ini jelas menunjukkan bahwa mayoritas instansi Pemerintah Indonesia masih belum mengenal cloud computing dengan baik. Bila instansi-instansi tersebut bermaksud menggunakan cloud computing, mereka akan meraba-raba dan bergerak secara perlahan untuk memastikan bahwa mereka tidak salah memilih penyedia.
Dalam kondisi seperti itu, sertifikasi-sertifikasi yang dimiliki penyedia cloud computing akan menjadi dasar justifikasi yang kuat sehingga proses pemilihan penyedia jasa pun akan lebih mudah dan lebih cepat. Penyedia layanan cloud computing yang memiliki lebih banyak sertifikasi pada hakikatnya akan lebih unggul daripada penyedia yang tidak memiliki sertifikasi sama sekali, walaupun keduanya memiliki sumber daya yang sama andalnya.
Saat efisiensi sudah diutamakan, manfaat cloud computing sudah dikenal, kebijakan yang mendorong penggunaan cloud computing sudah bermunculan, para CIO instansi pemerintah sudah mengarahkan organisasinya untuk menggunakan cloud computing, dan para penyedia cloud computing sudah membuktikan kredibilitasnya, apakah penggunaan cloud computing di instansi pemerintah akan mengalami akselerasi? Jawabannya adalah “belum tentu”.
Salah satu isu yang dapat menimbulkan retensi adalah isu kerahasiaan data, khususnya karena data yang akan dikelola adalah data publik. Kekhawatiran ini bisa saja ditepis dengan sertifikasi di bidang keamanan dan kerahasiaan data. Namun, kerja keras tetap dibutuhkan untuk meyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan bahwa risiko kebocoran data di infrastruktur cloud computing itu tidak lebih tinggi daripada risiko kebocoran data di infrastruktur on-premise.
Bila hal itu tercapai, sangat mungkin bahwa akselerasi penggunaan cloud computing di instansi-instansi Pemerintah Indonesia akan terus mengalami peningkatan.
Penulis: Amir Syafrudin (Praktisi Teknologi Informasi)