SISTEM INFORMASI EDUKASI AIMSIS BISA RINGANKAN TUGAS ADMINISTRATIF GURU
Terinspirasi dari pengalamannya di masa kecil, Christophorus Bema Indrajid bersama rekannya, Vincent Setiawan, merancang sistem informasi edukasi AIMSIS. Tujuannya untuk membantu meringankan tugas administratif guru-guru di Indonesia yang kerap membebani mereka setiap hari.
Dengan adanya AIMSIS, para guru tidak perlu lagi berkutat dengan dokumen-dokumen fisik yang mesti dikerjakan setiap hari atau setiap periode waktu tertentu, misalnya daftar hadir siswa, rapor, dan nilai ujian.
AIMSIS memasukkan tugas-tugas repetitif tersebut ke dalam sistem secara otomatis sehingga guru dapat menyelesaikannya lewat komputer. Sistem ini pun dapat diakses oleh siswa dan orang tua siswa yang menghadirkan transparansi informasi terkait akademis. Siswa dan orang tua siswa pun dapat memeriksa keadaan akademis secara real-time dan mengejar pelajaran yang tertinggal, hanya dengan satu klik mouse.
Selain itu, AIMSIS juga menyediakan ruang online untuk memenuhi kebutuhan orang tua dan guru untuk berkomunikasi tentang pembelajaran murid.
“AIMSIS dirancang untuk memfokuskan usaha dan perhatian murid serta guru di dalam kelas. Dengan melakukan otomatisasi pada hal-hal repetitif, kita dapat menciptakan waktu sekolah yang lebih substansial untuk setiap murid di Indonesia,” ujar Bema. Ia berharap AIMSIS dapat membantu Indonesia mengejar ketinggalan dalam bidang edukasi di skala global.
Pengalaman Masa Kecil
Ide untuk membuat AIMSIS muncul di benak Bema berdasarkan pengalamannya di masa kecil.
Pada saat Bema masih SD, dia menyaksikan ibunya yang bekerja sebagai guru harus menghabiskan banyak waktu untuk menyelesaikan pekerjaan administratif. Sesekali, Bema pun membantu ibunya memindahkan nilai murid dari kertas ujian ke buku catatan, dan dari buku catatan ke rapor, agar bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama ibunya.
Setelah lebih dari satu dekade, Bema yang baru saja menyelesaikan pendidikan S2-nya di Inggris bermimpi untuk bisa membantu mengurangi beban guru seperti yang dialami ibunya di Indonesia. “Kami benar-benar ingin mengurangi beban kerja administratif guru dengan kekuatan internet. Kami ingin agar guru bisa lebih fokus mengajar daripada mengerjakan pekerjaan administratif,” tuturnya.
Bema pun kembali ke Indonesia untuk merealisasikan mimpinya. Ia sampai rela menolak tawaran pekerjaan yang mapan serta beasiswa S3 di Manchester. Mitranya, Vincent Setiawan, yang baru saja menyelesaikan studinya sebagai dokter umum, juga menunda studi lanjutannya agar dapat membangun fondasi AIMSIS bersama-sama.
“Kami mencari cara untuk mempermudah proses pendidikan di Indonesia dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan anak-anak untuk menyerap ilmu seperti pelajar di negara lain,” kata Bema.
Di Asia Tenggara, terdapat persaingan aplikasi informasi edukasi di antara Edmodo, Moodle, Google Classroom, Schoology, dan BulletinBoard yang juga berbasis di Jakarta. Hal yang membuat AIMSIS berbeda adalah fitur menyeluruh yang mengakomodasi seluruh kebutuhan informasi bagi orang tua, guru, dan murid.
Sejak Februari 2013, AIMSIS telah mendapatkan dua kali investasi. Saat ini, tim AIMSIS sudah memiliki ribuan murid, orang tua, dan staf akademis yang menggunakan aplikasi mereka.