PERTAHANAN SIBER TURUT MENJAGA STABILITAS NASIONAL
JAKARTA, KOMPAS – Pertahanan siber menjadi salah satu faktor penentu stabilitas kedaulatan NKRI. Pasalnya, serangan-serangan dunia maya makin gencar seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi.
Berdasarkan data Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), 88,1 juta penduduk Indonesia menggunakan internet pada 2014, naik 34,9 persen dari 2013. Sepanjang 2014, sedikitnya ada 4.000 serangan dunia maya yang bersifat merusak dan menipu pengguna internet di Indonesia.
“Semakin gencarnya pemerintah menerapkan layanan elektronik, kian rentan juga sistem tersebut diretas,” kata Pratama Persadha, penanggung jawab Jaring Komunikasi Sandi Nasional, dalam diskusi bertajuk “Badan Cyber Nasional, Penjaga Kedaulatan NKRI”, Jumat (26/6), di Jakarta.
“Kita tidak sadar bahwa kita sedang dijajah karena sebagian besar media sosial yang kita pakai adalah buatan asing dan orang asing tidak akan menjual atau menyebarkan barang tanpa mengetahui cara meretasnya,” kata Pratama.
Peristiwa penyadapan yang dilakukan Australia terhadap presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, merupakan salah satu contoh serangan dunia maya. “Hal tersebut tidak bisa dibiarkan. Itu menunjukkan bagaimana informasi negara kita menjadi target negara luar,” kata Pratama.
Keinginan pemerintah memperkuat pertahanan siber nasional diwujudkan dengan membentuk Badan Cyber Nasional (BCN) oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Pertahanan digital memang menjadi perhatian global. Pemerintah Amerika Serikat saja menyiapkan Rp 114 triliun untuk membangun pertahanan siber.
Namun, Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya justru menilai pembentukan BCN belum waktunya. “Kita memiliki Badan Intelijen Negara. Kemenkominfo memiliki bidang pertahanan informasi, tinggal diperkuat,” kata Tantowi.
Pada dasarnya, Komisi I DPR menyambut baik program pemerintah untuk membentuk BCN. Namun, proses panjang dan biaya besar harus dicarikan solusi. “Harapan kami, pembentukan BCN tidak setengah-setengah,” ujar Tantowi. (B09)