PERAN HUMAN CAPITAL PROFESSIONAL SEBAGAI MITRA CEO
Oleh: Octa Melia Jalal, M.M – Staf Pengajar, PPM Manajemen
Saat ini banyak industri yang berubah tatanan industrinya karena intervensi teknologi atau lebih spesifiknya intervensi digital. Contohnya industri taxi dan ojek yang bersifat lokal, tiba-tiba berubah menjadi internasional dengan pesaing yang model bisnisnya sangat jauh berbeda dengan pemain lama.
Untuk menjawab perubahan yang sangat drastis ini perusahaan harus melakukan inovasi di setiap fungsi bahkan harus melakukan inovasi terhadap Model Bisnisnya. Gerard J. Tellis, Jaideep C. Prabhu dan Rajesh K. Chandy para peneliti dari MIT Sloan, menemukan bahwa kesuksesan suatu organisasi dalam berinovasi secara radikal sangat dipengaruhi oleh budaya organisasinya. Mereka berpendapat, budaya organisasi merupakan pendorong utama untuk menciptakan inovasi yang radikal daripada ketersediaan faktor sumber daya tenaga kerja, modal, kebijakan pemerintah ataupun budaya nasional.
PPM Manajemen
Staf Profesional PPM Manajemen serta Center of Innovation and Collaboration PPM Manajemen melakukan observasi, riset kualitatif dan kuantitaif dengan tujuan mengetahui sampai di mana budaya organisasi mendukung kemampuan inovasi organisasinya. Dari penelitian tersebut juga terlihat di Indonesia, bahwa pada organisasi-organisasi yang dianggap sukses inovasinya, selalu menjadikan inovasi tidak hanya merupakan aktivitas berinovasi itu sendiri, tapi juga merupakan lingkungan kerja dan kebiasaan-kebiasaan manajemen yang ada di dalam organisasi tersebut. Sehingga inovasi menjelma menjadi kekuatan spiritual yang dapat mendorong adanya proses inovasi di organisasi secara umum.
Hampir semua organisasi memiliki budaya, namun sedikit diantaranya yang secara sistematis mengelola budayanya untuk memastikan visi, misi atau strategi organisasi tercapai melalui inovasi. Tellis, Prabhu, Chandy pada Rao & Weintraub menyarankan organisasi yang ingin sukses dalam berinovasi mengelola budaya organisasinya dalam 6 dimensi. Dimensi itu terdiri dari :
- Nilai-Nilai Organisasi
- Perilaku
- Iklim Lingkungan Kerja
- Sumber Daya
- Proses
- Sukses (Keberhasilan)
Ke-enam dimensi ini berkaitan satu dengan lainnya secara dinamis. Misalnya, apabila suatu organisasi menganut nilai berorientasi pada kepuasan pelanggan, maka nilai tersebut akan memiliki dampak terhadap perilaku karyawan terhadap pelanggannya, baik pelanggan eksternal maupun pelanggan internal. Perilaku terhadap pelanggan itu juga akan mempengaruhi iklim lingkungan kerja di organisasi tersebut sehingga terlihat pola-pola perilaku positif dalam melayani pelanggan yang kemudian dituangkan dalam proses sehingga dapat diiadentifikasi bagaimana keberhasilan itu bisa didefinisikan dan diukur untuk selalu meningkatkan kepuasan pelanggan.
Untuk melakukan pengelolaan enam dimensi budaya tersebut, seorang Human Capital profesional tidak bisa lagi mengandalkan kompetensi teknis di bidang sumber daya yang dimilikinya, minimal ia dituntut untuk menguasai kompetensi stratejik seperti :
- Kemampuan menganalisis lingkungan eksternal organisasi, seorang HC profesional harus paham dan mengikuti teknologi, perekonomian, perundang-undangan dan demografi tenaga kerja yang mempengaruhi kesuksesan organisasinya. Dalam organisasi yang inovatif ia juga harus paham siapa pemangku kepentingan, pemegang saham dan konsumen organisasinya. Ia juga harus paham nilai tambah yang mereka harapkan dari organisasi dan bagaimana inovasi memenuhi harapan tersebut.
- Kemampuan mentransformasi kemampuan individu menjadi kemampuan organisasi. Dalam organisasi yang inovatif, kemampuan organisasi terlihat sebagai lingkungan kerja dan kebiasaan-kebiasaan manajemen yang selalu mendorong seluruh anggota organisasi berhasrat untuk berinovasi. Sementara kemampuan individu dalam organisasi inovatif berbentuk pengetahuan, keahlian dan kebiasaan anggota organisasi untuk berinovasi. Oleh karena itu keahlian dalam bidang budaya organisasi, transformasi organisasi dan kegunaan teknologi untuk meningkatkan peran Human Capital menjadi critical issue.