MEMBANGUN DATA CENTER YANG ANDAL UNTUK HADAPI EKONOMI DIGITAL
Dalam era ekonomi digital, perusahaan-perusahaan memerlukan keunggulan kompetitif yang dapat membuat mereka meraih keuntungan dari sisi bisnis. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi big data dan internet of things yang dijalankan perusahaan.
Untuk melakukan kalkulasi dan analisis terhadap big data yang bersumber dari berbagai masukan, tak terkecuali sensor-sensor internet of things, perusahaan membutuhkan data center yang tangguh dan bisa diandalkan. Tujuannya tidak lain untuk memahami selera konsumen, membantu manajemen dalam menghasilkan keputusan bisnis, sekaligus memprediksi tren ekonomi di masa depan.
“Data center sendiri sudah mengalami evolusi, mulai dari traditional enterprise workload yang masih umum dipakai saat ini, hingga tren cloud scale workload yang biasanya digunakan oleh data center berskala enterprise dan raksasa,” ujar Muhammad Faisal (Enterprise Specialist Leader, Lenovo Indonesia) dalam InfoKomputer Forum 2015.
Berbicara soal data center tradisional yang sekarang paling banyak dimiliki perusahaan di Indonesia, Faisal memaparkan tiga tren kunci yang sedang terjadi.
Pertama, konsolidasi infrastruktur; dalam hal ini, bagaimana manajer TI mengutilisasi dan mengelola data center menjadi solusi yang optimal. Bukan hanya physical, melainkan juga pemanfaatan virtualisasi dan otomatisasi (automation).
Kedua, hyperscale infrastructure atau kebutuhan terhadap data center berskala masif/raksasa. Contohnya yang digunakan oleh Alibaba sebagai e-commerce terbesar di Tiongkok. Ketiga, tren Software Defined Infrastructure (SDI) yang lebih mengutamakan solusi berupa software yang terintegrasi di dalam hardware.
Faisal juga tidak luput menyampaikan beberapa tantangan yang dihadapi pemimpin TI dalam membangun dan mengelola data center. Berdasarkan data, 79% biaya data center habis untuk pengelolaan, administrasi, power, dan cooling–alias hal-hal yang berkala dilakukan setiap tahun. Padahal, empat hal itu bisa dikerjakan dengan bantuan otomatisasi.
Tantangan lainnya yaitu statistik yang menyebutkan bahwa dua dari tiga organisasi mengalami kegagalan dalam memenuhi jadwal proyek TI. Masalahnya, TI di organisasi itu kurang lincah (agile). Selain itu, 64% anggaran TI umumnya dihabiskan untuk keperluan perawatan dan operasional.
Bagi organisasi yang ingin membangun lingkungan TI yang andal, bukan melulu soal data center, melainkan juga server, PC, dan mobile device, Lenovo siap menawarkan portofolio end-to-end. Tidak cuma dari sisi hardware, tetapi juga aneka solusi bisnis untuk berbagai sektor industri.
“Lenovo adalah pemimpin nomor satu di industri PC global, nomor tiga dalam industri server global, serta nomor tiga dalam industri smartphone dan tablet global,” pungkas Faisal.
Materi presentasi M. Faisal untuk InfoKomputer Forum 2015 bisa diunduh di sini.