KUSUMO MARTANTO: MENUAI BUAH MANIS DARI PERJUANGAN MEMBESARKAN BLIBLI.COM

Kusumo Martanto (CEO, Blibli.com). [Foto: Abdul Aziz/InfoKomputer]
Jika hari-hari ini Anda mampir ke kantor Blibli.com di bilangan Slipi, Anda akan mendapati pemandangan yang berbeda. Biasanya, Anda akan melihat sebuah ruangan bertuliskan Customer Service berisi puluhan orang yang sedang sibuk melayani pelanggan. Namun kini tidak lagi.
Bukan karena Blibli.com tidak memiliki Customer Service, namun unit pelayanan konsumen ini sudah pindah ke lokasi lain yang memiliki ukuran yang lebih besar. “Di sini sudah tidak muat lagi,” ungkap Kusumo Martanto (CEO, Blibli.com) sambil tertawa kecil.
Buah Perjuangan
Kisah tersebut mungkin sudah bisa menggambarkan bagaimana melesatnya bisnis Blibli.com saat ini.
Jika dihitung sejak berdiri lima tahun lalu, bisnis Blibli.com saat ini sudah meningkat 300 kali lipat. Fakta ini menjadi buah manis kerja keras Blibli.com sebagai salah satu pionir di dunia e-commerce Indonesia. Kusumo sendiri baru-baru ini dianugerahi gelar The Best Industry Marketing Champion 2016 untuk sektor E-Commerce & Application dari MarkPlus Inc.
Akan tetapi, pria yang biasa dipanggil Pak Kus ini ingat betul bagaimana susahnya Blibli.com di awal perjalanannya. “Untuk mencari penjualnya saja, susahnya minta ampun,” ungkap Kus. Hal ini tidak lepas dari model bisnis Blibli.com yang menganut managed marketplace. Artinya, Blibli.com hanya akan bermitra dengan penjual yang bisa menjamin kualitas barangnya.
Standar itu perlu digariskan karena Blibli.com akan bertanggung jawab atas semua transaksi yang terjadi, mulai dari pembayaran, pengiriman, sampai pengembalian barang jika memang harus terjadi. Tak heran ketika baru buka, mitra yang tergabung ke Blibli.com cuma sekitar 20an dengan jumlah barang di angka 3.000 buah.
Kesulitan juga dihadapi dari sisi pembayaran. “Padahal jika tidak ada metode payment, tidak ada transaksi,” ungkap Kus. Untuk soal ini, Kus pun terus mendekati dua bank terbesar di Indonesia, yaitu Bank Mandiri dan BCA. “Jika kita gandeng dua yang terbesar, yang lain pasti ikut,” ujar Kus mengungkapkan cara berpikirnya. Kus pun gigih meyakinkan bank untuk menyediakan fasilitas cicilan 0% bagi konsumen Blibli.com. “Kalau beli handphone dan harus bayar Rp5 juta di muka kan pasti berat,” tambah Kus.
Semua terobosan itu pun membuahkan hasil. Perlahan, kepercayaan konsumen akan Blibli.com terus meningkat. Para penjual pun mulai menyadari potensi besar e-commerce dan Blibli.com sebagai platform penjualan barang berkualitas. Kini, situasinya berbalik. “Sekarang principal alias yang punya brand ramai-ramai buka Official Store di Blibli.com,” tambah Kus. Salah satu yang paling membanggakan adalah keberhasilan Blibli.com menjadi Official dan Exclusive Store NBA pertama di Asia Tenggara. “Proses negosiasinya satu tahun lebih,” cerita Kus menceritakan perjuangannya.
Ketika kepercayaan dari semua pihak itu berhasil diraih, Blibli.com pun kini menjadi e-commerce yang serba ada. Jika awalnya lebih ke produk elektronik, kini Blibli.com menawarkan produk di bidang fashion, peralatan bayi, kebutuhan sehari-hari, penjualan tiket, sampai otomotif. “Tahun ini kita akan jual mobil,” ungkap Kus sambil tertawa lebar. Kini tak kurang dari satu juta produk ditawarkan Blibli.com.
Menyambut Persaingan

Dari data industri, e-commerce di Indonesia baru 1% dari total retail, jadi kesempatannya masih sangat besar,” ungkap Kusumo.
Ketika industri e-commerce menemukan momentumnya seperti sekarang, para pemain baru dengan modal besar bermunculan di Indonesia. Soal ini, Kus tidak menganggapnya sebagai masalah. “Dengan adanya kompetitor yang masuk, kami dan mereka itu sebenarnya saling bantu untuk mendidik pasar,” ungkap Kus. Masyarakat Indonesia akan semakin sering melihat produk e-commerce, sehingga mereka semakin akrab dan terbiasa dengan dunia baru ini.
Apalagi, Indonesia masih berada di titik awal perkembangan e-commerce. “Dari data industri, e-commerce di Indonesia baru 1% dari total retail, jadi kesempatannya masih sangat besar,” ungkap Kus sambil membandingkan e-commerce di Tiongkok yang mencapai 12%.
Kompetisi memang tetap akan terjadi, namun di waktu bersamaan kompetisi tersebut juga akan mengakselerasi proses edukasi pasar. Kus mengakui, di ujungnya nanti mungkin hanya dua atau tiga e-commerce yang akan bertahan menghadapi kompetisi. “Tinggal pintar-pintaran merebut hati customer,” ujar Kus sambil tertawa.
Blibli.com sendiri kini memiliki torehan prestasi yang cukup mentereng. Ketika industri e-commerce mencatat kenaikan di antara angka 50 – 70% per tahun, Blibli.com mencatat kenaikan sampai lima kali lipat. “Ya, kami berterima kasih kepada partner dan customer kami,” ungkap Kus dengan nada merendah.
Jika belajar dari perjalanan e-commerce di India dan Tiongkok, Kus memperkirakan grafik perkembangan e-commerce Indonesia masih akan naik tajam sampai tahun 2018 nanti. “Setelah itu curve-nya akan relatif normal” tambah Kus.
Ketika industri e-commerce Indonesia bersiap menghadapi momentum besar tersebut, pembicaraan soal perpajakan pun mengemuka. E-commerce Indonesia dipandang sebagai industri yang seharusnya dikenakan pajak mengingat omsetnya yang terus meningkat.
Soal ini, Kusumo memiliki pandangan tersendiri. “Model bisnis e-commerce Indonesia ini kan campur aduk, ada yang iklan baris online, ada yang open-marketplace, ada juga e-retail,” ungkap Kus. Untuk yang e-retail seperti Blibli.com, masalah pajak ini tidak menjadi masalah selama pajak yang dikenakan terkait PPN dan PPh. “Karena dari awal berdiri kami juga sudah bayar,” ungkap Kus.
Namun jika ada komponen pajak lain yang ditambahkan, Kus mengingatkan bahwa e-commerce adalah industri baru. “Bebannya masih besar, [ibaratnya] kita baru ‘buka hutan’ dan menanam,” ungkap Kus. Jika industri yang masih muda ini diberi beban pajak terlalu berat, dikhawatirkan usaha yang gugur akan lebih banyak dari yang berhasil. Dalam jangka panjang, hal ini justru merugikan pemerintah. “Potensinya pajaknya akan segini-gini aja karena industrinya ya segini-gini aja,” tambah Kus.
Mimpi Besar
Di tengah persaingan yang kian ketat, Kusumo melihat banyak tantangan yang harus bisa dijawab Blibli.com. Salah satunya adalah masalah talenta. “Karena ini industri baru, cari [orangnya] di mana?” ungkap Kusumo.
Selama ini, langkah yang dilakukan Blibli.com adalah mendidik timnya dari dalam agar bisa menguasai dunia e-commerce. Kusumo pun tidak anti dengan kesalahan. “It’s okay to make mistake, but it’s not okay to repeat the mistake,” ungkap Kusumo soal prinsip kerja yang ia anut.
Kusumo pun terus mengingatkan timnya agar tidak lengah. “Di industri yang berbasis teknologi, perubahannya cepat sekali,” tambah Kusumo. Posisi Blibli.com sebagai salah satu pionir di dunia e-commerce tidak akan relevan jika tidak mampu memberikan layanan yang relevan dengan keinginan konsumen.
Dan perluasan fasilitas customer service itu adalah salah satu contoh bagaimana Blibli.com selalu siap menghadapi perubahan.