KETIKA SDM TI MAKIN DICARI
Para CIO dalam InfoKomputer CIO Power Breakfast mendiskusikan kesiapan SDM TI Indonesia di era MEA. Foto: Abdul Aziz.
Industri “menjerit” karena kekurangan pasokan sumber daya manusia (SDM) di bidang teknologi informasi (TI). Padahal dunia pendidikan sebenarnya telah berupaya keras menyediakan talenta dengan spesifikasi yang mendekati kebutuhan dunia kerja nyata. Bagaimana caranya agar gap di antara keduanya kian tipis?
Ini salah satu cara yang bisa ditempuh. Sejak awal karier, orang TI seharusnya sudah menentukan jalur mana yang ingin ia tempuh: menjadi orang TI yang paham betul soal teknis atau orang TI yang bisa memadukan kemampuan teknis dan pemahaman bisnis.
Masukan ini diberikan oleh Jeny Mustopha (Head of Business Transformation Allianz Indonesia) dalam acara CIO Power Breakfast yang diselenggarakan InfoKomputer dan IBM pada awal April lalu.
Mencoba memotret kemampuan tenaga TI Indonesia dan kesiapannya menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN, acara ini dihadiri sembilan CIO dari berbagai perusahaan ternama Indonesia, perwakilan dari Universitas Binus dan UI, serta dari pihak industri yang diwakili IBM Indonesia.
Menurut Jeny, menentukan arah karier ini akan krusial dalam mengambil langkah selanjutnya. “Kalau mau masuk manajemen, kamu (orang TI. red) harus belajar bisnis,” kata Jeny. Kalau mau menjadi orang teknis, jadilah orang TI yang profesional dan memiliki pengetahuan mendalam. Meski begitu, kedua pilihan itu sama baiknya.
Hal senada disampaikan oleh Eko Indrajit, pemerhati dunia TI dan pendidikan. Jika dianalogikan, ilmu TI itu mirip industri restoran. “Ilmunya mulai dari ilmu bahan, naik lagi menjadi ilmu masak, sampai ilmu mengelola restoran,” tambah Eko.
Orang TI tinggal memilih ilmu mana yang menjadi fokus pengembangan karirnya. “Jika ingin menjadi orang yang sampai jago mengelola restoran, berarti harus jago di bisnis,” ungkap Eko. Sebaliknya, jika ingin jago membuat hardware atau software, orang TI harus mendalami “ilmu bahan”.
Sejalan dengan itu, Eko mendorong lembaga pendidikan TI di Indonesia untuk fokus pada lulusan seperti apa yang ingin dihasilkan; tidak seperti sekarang yang sifatnya umum. Apalagi, pemerintah juga sudah memberi keleluasaan bagi kampus untuk menyusun kurikulum sendiri. Indonesia, menurut Eko, adalah pasar yang heterogen, sehingga tidak mungkin dilayani dengan sistem yang homogen.
Fokus Pada SDM
Terkadang perusahaan sekaliber IBM pun menemui fenomena kelangkaan SDM TI lokal dengan spesifi kasi yang sesuai kebutuhan bisnis. Misalnya ketika harus mengimplementasikan teknologi yang belum ada best practice-nya di industri tertentu atau bahkan di Indonesia.
“Sehingga untuk bisa implementasikan teknologi itu, kami bawalah orang-orang dari luar untuk mendampingi tim (lokal) yang belum memiliki pengalaman tersebut,” ungkap Benny Abrar (Country Manager Storage Solution, IBM Indonesia).
Memasangkan SDM lokal dan SDM dari luar dalam satu atau dua siklus implementasi diyakini Benny Abrar sebagai cara tercepat dan terbaik untuk meningkatkan kesiapan tenaga ahli lokal.
People development adalah bagian yang sangat penting dalam budaya korporasi IBM, termasuk tentunya IBM Indonesia.
“Yang pertama saya lihat adalah people,” Gunawan Susanto (Presiden Direktur, IBM Indonesia) pernah berucap tentang hal pertama yang akan ia cermati dalam organisasi. Menurutnya, orang adalah satu mata rantai organisasi yang penting dalam proses eksekusi dari suatu strategi. Ketika mata rantai ini diperhatikan ataupun dilupakan, efek domino tak terelakkan.
Dengan sisi teknis maupun nonteknis yang dipoles dengan baik, Gunawan yakin seseorang akan dapat melakukan pekerjaan secara lebih efi sien dan efektif. “Dia bukan hanya mampu menuntaskan pekerjaannya sendiri tetapi juga dapat berkolaborasi dalam tim dengan baik,” cetusnya.
Pada akhirnya hal itu akan berdampak baik pula pada organisasi atau perusahaan. Maka tak mengherankan jika manajemen IBM sangat fokus pada orang atau sumber daya manusia di organisasinya.
