KETIKA KARYAWAN TERBAIK MEMILIKI TINGKAT ENGAGEMENT PALING RENDAH
Sebuah studi yang diselenggarakan oleh Leadership IQ, sebuah perusahaan di Washington DC yang telah 12 tahun menyelenggarakan survei tentang engagement karyawan, membuahkan hasil yang cukup mencengangkan. Dari 207 perusahaan yang dipilih sebagai responden, 42% di antaranya merupakan perusahaan yang disfungsional ditilik dari kondisi para karyawannya. Mereka adalah perusahaan di mana karyawan terbaik, justru memiliki tingkat engagement yang paling rendah.
Karyawan terbaik dari perusahaan tersebut, tidak benar-benar peduli dengan apa yang mereka kerjakan untuk perusahaan. Karyawan-karyawan tersebut merasa terdiskoneksi dengan pekerjaan mereka dan tidak termotivasi untuk datang ke tempat kerja. Sedangkan karyawan yang kurang berkualitas tidak tahu bahwa kinerja mereka sebetulnya buruk. Dan sayangnya, justru mereka lah yang memiliki tingkat engagement tinggi pada perusahaan tersebut.
CEO Leadership IQ, Mark Murphy mengungkapkan bahwa perusahaan perlu memberikan perhatian khusus pada fenomena tersebut. Pasalnya karyawan terbaik itu cenderung lebih tertantang dan tertarik untuk terlibat dalam proyek perusahaan. Mereka juga dapat diandalkan sebagai perwakilan perusahaan untuk bertemu klien. Jika mereka merasa bosan dan kurang dihargai, mereka menjadi enggan bicara dengan atasan, tidak lagi terhubung dengan apa yang ia kerjakan dan akhirnya mencari peruntungan di tempat lain.
Lain halnya dengan karyawan berkinerja buruk, mereka tidak sadar bahwa output kerjanya tidak berkualitas. Terhadap orang-orang seperti itu justru manager menginginkan mereka untuk disengaged dan mencari kerja di tempat lain jika mereka tidak mau berimprovisasi sehingga menjadi lebih produktif.
Apa yang menyebabkan karyawan dari middle hingga high performance tersebut menjadi tidak engaged? Menurut Murphy seperti dikutip dari Forbes.com, hal itu terjadi karena perusahaan gagal mengimplementasikan pelajaran mendasar dari sebuah leadership yang baik. Seharusnya, dari awal perusahaan menetapkan standar kinerja yang jelas dan bersikap transparan terhadap apa yang diharapkan dari karyawan. Penting juga bagi perusahaan untuk berkomunikasi dengan karyawan tentang performance mereka. Saat-saat seperti apa yang membuat mereka terdemotivasi, dan pekerjaan seperti apa yang membuat mereka bersemangat kerja.
Untungnya, selain mengungkap fakta negatif tentang engagement karyawan, studi tersebut juga mengabarkan berita bagus bahwa 50% dari perusahaan yang disurvei telah menerapkan strategi yang tepat dalam memperlakukan karyawannya dalam meningkatkan engagement.