DINO BRAMANTO: OPTIMALISASI SUMBER DAYA TI UNTUK IMBANGI AKSELERASI BISNIS
PT Kalbe Farma Tbk. terus mengembangkan sayap bisnisnya, seiring visi dan misi perusahaan yang ingin menjadi juara lokal sekaligus pemain yang sukses di kancah global. Sejalan dengan itu, kebutuhan berbagai sumber daya pendukungnya pun akan terus meningkat. Di sini Dino Bramanto, Corporate IT Director, melihat sebuah peluang bagi teknologi informasi (TI) untuk memainkan perannya dengan baik.
”[Dengan teknologi] kami ingin memastikan bahwa perusahaan terus tumbuh tetapi dengan resource, expenditure, dan investasi yang optimal,” tutur profesional TI yang sebelumnya merentang karir sepanjang 23 tahun di sebuah IT company berskala multinasional.
Namun persoalannya tidak sesederhana itu. Kalbe Farma memiliki sembilan strategic business unit (SBU)dengan fokus bisnis yang berbeda dan lebih kurang 28 anak perusahaan. Sebagai pengemban fungsi korporat TI, Dino harus memastikan secara teknologi, semua SBU maupun anak perusahaan itu bergerak bersama-sama, menuju arah yang telah digariskan oleh perusahaan.
Ada dua peluang yang ditangkap Dino Bramanto saat bergabung dengan Kalbe Farma dua tahun silam. Pertama adalah bagaimana TI dapat mendukung dan memenuhi kebutuhan perusahaan dari sisi infrastruktur, aplikasi, dan operasional. “Tetapi secara group, kami juga harus dapat me-leverage [sumber daya TI yang dimiliki] group untuk memperoleh hasil yang optimal,” ujar pria berdarah campuran Jawa Sumatera ini.
Membangun Shared Service
Shared service atau layanan bersama dianggap Dino Bramanto sebagai model IT delivery yang paling cocok untuk Kalbe Farma saat ini maupun nanti. Dari kaca mata bisnis, menurutnya, model shared service menawarkan kualitas dan efisiensi. Selain return on investment yang lebih cepat, layanan bersama juga berdampak pada penghematan biaya.
“Kami memperoleh efisiensi yang luar biasa, misalnya dari sisi licensing, investasi hardware dan software, maupun biaya operasional. Saving-nya bisa 40 sampai 50 persen jika dibandingkan dengan jika setiap perusahaan men-deliver layanan TI sendiri-sendiri,” cerita Dino tentang layanan bersama yang mulai digelar di Kalbe Farma sejak 2015 itu.
Optimalisasi sumber daya manusia juga dapat dilakukan dengan model layanan bersama ini. Perkembangan industri TI di Indonesia tergolong luar biasa cepat. Sayangnya, menurut pengalaman Dino, akses untuk memperoleh orang TI dengan kemampuan yang mumpuni tidaklah mudah. “Mau tidak mau, kami juga harus memikirkan cara yang efisien untuk mengoptimalisasi SDM,” jelasnya.
Selain itu, dengan model shared service, Dino berharap setiap perusahaan yang tergabung di Kalbe Farma akan menikmati layanan teknologi berkualitas dan berstandar baku. Ia mencontohkan, untuk menjaga ketersediaan layanan TI dibutuhkan berbagai tool, misalnya untuk monitoring dan otomatisasi. Namun seringkali tool semacam itu tidak diprioritaskan karena harganya yang tidak murah. Ketika layanan bersama sudah mencakupkan berbagai tool tersebut, setiap anak perusahaan tidak perlu lagi memikirkannya. Bahkan mereka tidak perlu lagi memusingkan bagaimana menjaga kualitas layanan TI.
Jawab Kekhawatiran dengan Kemudahan Layanan
Di level manajemen puncak, pria alumnus Magister Management Universitas Indonesia ini nyaris tak menemui hambatan. Menurut Dino, tantangan terbesar justru datang dari tim TI di setiap anak perusahaan yang khawatir kualitas layanan menurun. “Itu concern yang amat sangat valid menurut saya,” komentarnya.
Lantas Dino menyodorkan jawaban berupa kemudahan dan kepastian mendapatkan layanan TI. Private cloud yang menulang-punggungi IT shared service Kalbe Farma didukung aneka teknologi yang akan memudahkan user meminta layanan. “Kami juga mempermudah proses request dengan menyediakan self-service portal,” Dino menambakan.
Layanan TI bersama juga disiapkan dengan memerhatikan keragaman kapabilitas TI yang ada di kelompok bisnis Kalbe Farma. “Kami menyediakan facility as a service, misalnya, untuk perusahaan yang ingin memakai fasilitas data center saja karena mereka memiliki infrastruktur dan sistem TI, serta mampu menanganinya sendiri,” papar ayah satu anak itu.
Sementara layanan infrastruktur as a service dapat dimanfaatkan oleh perusahaan yang kompeten di sisi aplikasi. Untuk perusahaan yang secara hitung-hitungan bisnis tidak mungkin memiliki sumber daya TI sendiri, Dino Bramanto dan timnya menyediakan layanan software as a service.
Keberadaan shared service bukan berarti meniadakan peran TI di setiap unit atau anak perusahaan. Sebuah kekhawatiran lain yang sempat mengemuka di awal implementasi layanan bersama. “Saya dan tim saya bukan superman yang bisa melakukan segalanya. Hal yang sifatnya umum bisa di-share, tetapi ‘kan ada hal-hal yang sifatnya unik di setiap unit. Inilah tugas TI di setiap unit, mendukung kebutuhan TI yang sifatnya spesifik dan unik untuk unit tersebut,” tandas pehobi fotografi itu.
Sesuaikan Teknologi dan Kebutuhan
Kalau dalam konteks profesional Dino Bramanto mengubah cara layanan TI dihantarkan kepada user. Dalam kehidupan pribadinya, haluan karir Dino pun sebenarnya berubah drastis, bahkan sejak awal ia menapaki dunia kerja. Arsitek lulusan Universitas Indonesia ini lebih memilih karier teknologi ketimbang mendesain arsitektur bangunan.
Namun, menurut Dino, ada kemiripan di antara keduanya sehingga ia tetap memelihara cara berpikir bak arsitek . Seperti halnya arsitektur, infrastruktur dan sistem teknologi informasi juga harus didesain sesuai kebutuhan pengguna. “Oleh karena itu jangan hanya melihat aspek teknis ketika mengimplementasikan teknologi karena pada akhirnya teknologi hanyalah sekadar tool. Yang penting dipahami adalah untuk apa tool tersebut dimanfaatkan,” Dino mengingatkan. Inisiatif shared service pun lahir setelah ia membuat “arsitektur” atau blueprint yang memetakan kemampuan dan sumber daya TI seluruh unit dan anak perusahaan Kalbe Farma.
Berbekal cetak biru itu pula, setelah tahap konsolidasi, standardisasi dan efisiensi internal melalui shared service ini kelar digarap, Dino merencanakan sebuah tahap baru untuk bertransisi ke mobility dan agility. Transisi ini pun tak lepas dari upaya memenuhi kebutuhan pelanggan dan memanfaatkan peluang menjangkau lebih banyak customer. Beberapa inisiatif sudah mulai berjalan dan terus dikembangkan, sperti pembuatan kanal e-commerce dan portal e-Health yang terintegrasi dengan jaringan praktisi kesehatan, seperti dokter, rumah sakit, dan pelanggan akhir.
“Kami juga akan melakukan pengembangan berbagai aplikasi mobile untuk berinteraksi langsung dengan pelanggan maupun untuk menunjang kebutuhan mitra eksternal,” tutup Dino Bramanto mengakhiri wawancara.