CYBERSPACE INDONESIA MASIH RAWAN SERANGAN
KBRN, Jakarta : Memasuki usia yang ke-70 nya, Republik Indonesia menghadapi tantangan yang tidak bisa dibilang mudah. Kini pemerintah tak hanya harus menjaga kedaulatan darat, laut dan udara, namun bertambah dengan wilayah cyber atau biasa disebut dengan cyberspace.
Namun kondisi wilayah cyber hamper di seluruh dunia memang tidak bisa dibilang sepenuhnya aman. Kaspersky Lab baru saja merilis data dalam tiga bulan terakhir ada 379 juta serangan malware di dunia maya. Dari serangan sebanyak itu, setidaknya ada 100 ribu situs berbahaya dari Indonesia yang ikut andil.
Besarnya jumlah situs berbahaya di Indonesia ini bisa banyak penyebabnya. Menurut pakar keamanan cyber Pratama Persadha, kemungkinan faktor ketidaktahuan juga besar. Jadi pemerintah sudah sebaiknya pro aktif memberikan kesadaran keamanan cyber kepada masyarakat.
“Situs berbahaya itu bisa karena memang sejak dibuat sengaja untuk tujuan buruk, bisa dilihat bila mereka hosting di tempat yang sudah dilabel berbahaya. Tapi juga banyak faktor ketidaktahuan, misalnya situs yang dikelola sudah terserang malware dan virus,” jelas Chairman lembaga riset keamanan cyber CISSReC ini, Selasa (18/8/2015).
Ditambahkan olehnya, mudahnya membuat web berbasis blog saat ini kurang diikuti oleh pengetahuan dasar keamanan cyber. Selain itu, situs-situs terkemuka juga belum banyak yang menerapkan keamanan tingkat tinggi seperti enkripsi.
“Situs berbahaya tersebut kini semakin mudah diakses netizen, terutama dengan adanya media social. Ditambah judul provokatif dan gambar yag membuat penasaran di Facebook misalnya, jelas para netizen tertarik untuk mengklik link tersebut,” tambahnya.
Menurut mantan petinggi Lembaga Sandi Negara ini, masyarakat perlu mendapatkan edukasi yang cukup. Bila tidak, transaksi perbankan nasabah lewat smartphone maupun PC bisa saja terkena malware dan kehilangan dana yang tidak sedikit.
Serangan Pada Penerbangan dan Perbankan
Salah satu hal yang paling dikhawatirkan adalah malware yang menyerang situs-situs penerbangan. Seperti Air Traffic Center (ATC) dan situs resmi maupun sistem maskapai. Pada akhir 2013 misalnya Garuda Indonesia menerima serangan akibat pertempuran hacker Indonesia dan Australia.
“Bisa dibayangkan apa yang terjadi kalau sistem ATC diambil alih dan pesawat yang sedang terbang jadi kesulitan komunikasi maupun landing kembali. Pun sistem maskapai bila diserang juga akan membuat jadwal penerbangan kacau balau,” jelas Pratama.
Karena itu menurutnya, pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada pengamanan wilayah cyber di Indonesia. Semakin besarnya ketergantungan dan interaksi masyarakat, dunia bisnis dan juga pemerintah pada wilayah cyber ini harus diimbangi dengan keamanan yang ketat.
“Kini kita memasuki wilayah cyber dan negara wajib hadir, tak hanya sebagai regulator yang mengais untung di sana, namun sekaligus menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanannya,” tegas Pratama.
Menurut mantan Ketua tim IT Kepresidenan ini, masyarakat yang awam terhadap keamanan cyber tidak bisa disalahkan bila ada kehilangan dana di bank akibat serangan hacker maupun malware. Negara dan dunia perbankan harus aktif mengamankan wilayah cyber yang mulai menjadi “konsumsi” primer mayarakat di perkotaan.
“Salah atu bentuk pro aktif negara adalah dengan adanya lembaga khusus yang bertanggung jawab mengurus wilayah cyber ini. Semoga Presiden Jokowi segera merealisasikan terbentuknya Badan Cyber Nasional (BCN),” tegasnya.
Pria yang 20 tahun lebih bergelut di dunia intelejen dan keamanan cyber ini berharap semakin bertambahnya umur Republik, bisa diikuti dengan keamanan wilayah cyber yang mumpuni.