CTO GLOBAL HITACHI DATA SYSTEMS: BISNIS DI ASIA PASIFIK BERGERAK MENUJU TRANFORMASI DIGITAL
Hu Yoshida, Global Chief Technology Officer Hitachi Data Systems Asia Pasifik, memprediksikan bahwa perusahaan-perusahaan akan mengalami transformasi digital utama di tahun 2016 karena mereka berusaha untuk meningkatkan serangkaian fungsi teknologi dan non teknologi.
“Transformasi Digital menjadi isu organisasi dengan seketika. CIO bukan hanya posisi yang memperjuangkan perubahan digital, namun seluruh pemimpin divisi dari seluruh fungsi bisnis juga turut memperjuangkan perubahan ke ranah digital. Misalnya, CMO merasa bahwa pemasaran tradisional sudah tidak terlalu efektif lagi, dan CFO merasa bahwa model transaksi konsumen dan pemasok juga telah bergeser. Di dalam bisnis, saat ini sudah tercipta pemahaman universal bahwa semua fungsi perlu melihat cara tranformasi praktek bisnis mereka melalui digitalisasi,” jelas Hu Yoshida.
Ada lima trend utama yang akan membentuk lanskap IT dan bisnis di Asia Pasifik pada tahun 2016, yaitu:
1: Perusahaan tradisional akan berubah menjadi digital native
Para CIO percaya bahwa aliran pendapatan perusahaan akan lebih banyak yang bersumber dari jalur digital. Menurut laporan Gartner CIO Agenda Insights, tahun lalu hanya ada 16% CIO yang berharap untuk mendapatkan aliran pendapatan bisnis melalui jalur digital , namun tahun ini angka ini meningkat lebih dari dua kali lipat, menjadi 37%. Fakta ini menunjukkan bahwa inisiatif digital bukan hanya datang dari CIO, namun dari seluruh fungsi bisnis yang juga turut menciptakan platform digital dan mempekerjakan digital native. Saat ini, CMO sudah jarang berkonsultasi dengan departemen IT untuk membangun sistem mereka. Mereka mencari penyedia layanan, dan menyewa layanan tersebut. Begitu pula dengan bisnis secara keseluruhan. Mereka tidak lagi menunggu vendor atau pesaing membangun platform baru, namun membangun dan terkadang justru membuat sistem mereka terganggu.
2: Perusahaan pintar akan akan membangun kota pintar (smart city)
Kota pintar telah menjadi topik hangat beberapa waktu terakhir ini di Asia Pasifik, dimana banyak negara di Asia Pasifik juga menggulirkan inisiatif mereka untuk menjawab tantangan keamanan publik hingga isu transportasi. Namun jelas juga terlihat bahwa hanya sedikit pemerintah yang memiliki pengalaman dan anggaran yang memadai untuk membangun dan menjalankan inisiatif kota pintar secara berdikari. Umumnya, mereka akan bermitra dengan pemain utama di industri yang berinvestasi di bidang Internet of Things (IoT). Mitra tersebut akan membawa kekayaan intelektual mereka, menciptakan ekosistem teknologi dan mengintegrasikan seluruh elemen tersebut, sehingga mereka akan mampu membangun solusi yang dibutuhkan untuk merealisasikan kota pintar. Artinya, perusahaan pintar akan menjadi katalis untuk membantu realisasi kota pintar, seiring dengan dibukanya peluang dari Pemerintah dalam bentuk berbagai macam inisiatif, seperti Digital India, Smart Nation Singapore, dan Digital China. Menurut Navigant Research, peluang bisnis bagi perusahaan di sektor terkait sangat besar, dengan investasi tahunan kota pintar di bidang teknologi yang dapat mencapai empat kali lipat hingga US$11,3 miliar pada tahun 2023.
3: Penyatuan model operasional IT akan menghilangkan silo dalam bisnis
Saat ini, ada dua model yang dapat diadopsi organisasi IT untuk menjawab kebutuhan perusahaan digital.
Model 1 – Aplikasi sistem pencatatan tradisional – seperti sistem CRM dan e-commerce. Sistem ini dibangun di atas prediksi, akurasi, dan ketersediaan, sesuai dengan data sensitif yang dimiliki.
Model 2 – Sistem insight, yang bersifat lebih ekploratif, seperti analitik big data. Sistem ini memberikan perspektif mengenai apa yang terjadi di dalam bisnis – sehingga pengguna dapat menguji beberapa hipotesa dengan menggunakan beberapa lapisan data. Sistem ini lebih tangkas dan cepat, sehingga organisasi punya kemampuan untuk menguji ide dengan cepat dan biaya terjangkau, dan segera mencoret hal – hal yang tidak berjalan dengan baik, dan menguji beberapa hipotesa baru.
Keperluan untuk memadukan dua model ini menjadi model gabungan akan semakin terasa. Terutama karena perusahaan akan terus berupaya untuk mengoptimalkan biaya operasional sistem dan menyatukan sistem insight ke dalam proses bisnis dan interaksi dengan pelanggan. Perusahaan yang akan menyadari manfaat signifikan dari keterpaduan model akan menjadi perusahaan yang menggunakan metodologi tangkas di dalam angkatan kerja mereka dan menawarkan application programming interfaces (API) yang mudah dibangun untuk layanan bisnisnya. Bisnis yang juga berhasil membangun data lake lintas seluruh aset digital dan mengstandarisasi infrastrukturnya, juga akan menjadi pelaku bisnis terdepan.
4: Multicloud dapat memberi peluang bisnis trans-regional
Menurut Hu Yoshida, Trans-Pacific Partnership (TPP) berupaya untuk menghadirkan manfaat signifikan di bidang perdagangan ekonomi di wilayah Asia Pasifik. Untuk merealisasikan potensi utuh kesepakatan kemitraan ini, maka investasi di bidang infrastruktur teknologi yang dapat menghubungkan perekonomian akan menjadi hal yang sangat penting. Beberapa perusahaan telah meningkatkan kapasitas data center untuk dapat terus memfasilitasi komputasi awan. Perusahaan – perusahaan tersebut juga berinvestasi untuk meningkatkan konektivitas lintas batas dengan kecepatan tinggi. Rute langsung antara daerah utama seperti Asia Tenggara, Australia dan Amerika Serikat juga sedang dibangun. Perluasan peluang pasar ini akan berdampak pada bagaimana perusahaan menggunakan cloud dan memperluas opsi yang ada saat ini. Dengan 70% organisasi yang ada saat ini menggunakan hybrid cloud, dan menerapkan ketentuan TPP untuk melindungi data offshore sekaligus menghindari kewajiban elektronik, maka hal ini akan menciptakan multicloud lintas batas sehingga perusahaan dapat terus berekspansi,” jelas Hu Yoshida.
5: Terbatasnya keterampilan akan memicu perburuan bakat
Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi pasar tenaga kerja teknologi di tahun 2016, sehingga banyak organisasi akan menilik bagaimana mereka akan mengisi kekurangan tenaga kerja untuk tetap dapat berinovasi dan bersaing. Upaya untuk menjawab terbatasnya tenaga IT bukan hanya sekedar menghasilkan lebih banyak lulusan IT. Perusahaan perlu dapat menciptakan daya tarik bagi tenaga muda berbakat sekaligus mencari cara untuk meningkatkan produktivitas mereka sebagai karyawan tetapnya, sehingga perusahaan akan mampu menjembatani keterbatasan tenaga IT dalam jangka panjang. Pemerintah menyadari adanya fenomena ekonomi imperatif dan pergeseran generasi di pasar tenaga kerja, sehingga pemerintah turut memperkenalkan insentif pajak dan mengesahkan Undang – Undang untuk memudahkan investasi, seperti melalui crowdsourcing. Pembelajaran yang berkelanjutan juga menjadi fokus pemerintah, simana Singapura berinvestasi sebesar SG$1,2 miliar (US$ 0,9 miliar) di bidang pengembangan teknologi untuk terus meningkatkan kinerja sektor publik.
Hu Yoshida, Global Chief Technology Officer Hitachi Data Systems Asia Pasifik
Hubert Yoshida bertanggung jawab menentukan arah pergerakan teknis Hitachi Data Systems. Saat ini, Hu Yushida memimpin upaya perusahaan untuk membantu pelanggan memenuhi persyaratan arus hidup data, sekaligus menjawab isu terkait kepatuhan, tata kelola dan risiko operasional. Sebelum bergabung dengan Hitachi Data Systems di 1997, Yoshida bekerja dengan divisi storage IBM selama 25 tahun. Yoshida adalah lulusan University of California di Berkeley, dengan gelar Sarjana Matematika. Yoshida telah menulis beberapa karya ilmiah dengan topik storage area networks, Fibre Channel, multiprotocolSANs dan teknologi virtualisasi storage.