( pcs)
GambarBarangjmlBeratTotal
keranjang belanja anda kosong
00,00Rp 0

ARIF, LISA, DAN WALESA: MENYEJAHTERAKAN PETANI BAWANG DENGAN TOKO ONLINE LIMAKILO

Senin, Oktober 19th 2015.
Arif, Lisa, dan Walesa: Menyejahterakan Petani Bawang dengan Toko Online LimaKilo

Arif Setiawan, Lisa Ayu Wulandari, dan Walesa Danto, tiga anak muda yang mengembangkan LimaKilo. [Foto: Abdul Aziz/InfoKomputer]

Permintaan terhadap bawang merah merupakan yang ketiga terbesar di Indonesia setelah beras dan gula pasir. Sementara itu, harga bawang di tanah air sering mengalami fluktuasi karena tidak adanya pemetaan rantai distribusi bawang yang panjang.

Latar belakang inilah yang lantas mendorong tiga orang anak muda, yaitu Arif Setiawan, Lisa Ayu Wulandari, dan Walesa Danto untuk mengembangkan LimaKilo. LimaKilo sendiri merupakan marketplace untuk membeli komoditas bawang merah dari petani secara langsung. “Kami mencoba berpikir out of the box dengan membantu petani untuk bisa menjual komoditas secara eceran dalam jumlah besar melalui e-commerce,” tutur Arif kepada InfoKomputer.

Kalau boleh dibilang, LimaKilo ibarat toko online dengan komoditas hasil pertanian (dalam hal ini bawang merah). Dengan demikian, baik petani bawang maupun konsumen sama-sama menjadi pengguna aplikasi.

Arif menjelaskan jika kondisi yang ada saat ini adalah petani pada umumnya menjual dalam satuan ton, sedangkan kebutuhan rumah tangga hanya perlu rata-rata satu kilogram untuk memenuhi kebutuhan seminggu. “Untuk itu kami mencoba pendekatan lima kilo, di mana petani akan menjual paket lima kilo langsung kepada pembeli dalam jumlah massal,” ujarnya.

Dengan menjual bawang merah langsung ke pembeli berarti petani bisa menjual bawang merah ke konsumen secara langsung. Sementara itu, masyarakat yang membutuhkan bawang merah dalam partai besar bisa membuka sistem lelang kepada seluruh petani yang bersedia memberikan harga termurah untuk memenuhi kebutuhan yang lebih banyak (misalnya untuk restoran).

LimaKilo dan Hackathon Merdeka

Arif, Lisa, dan Walesa mengawali pertemuan mereka di kampus STT Telkom, Bandung (sekarang Universitas Telkom). Ketiganya tumbuh besar di kota yang berbeda-beda. Arif besar di Purworejo dan Purwokerto, Lisa besar di Malang, sedangkan Walesa di kota Solo. “Kami bertemu saat kuliah di STT Telkom Bandung, Arif dan Walesa di jurusan yang sama yaitu Teknik Informatika, sedangkan Lisa di jurusan Teknik Elektro,” jelas Arif.

Arif dan Walesa sendiri tergolong sering mengikuti Hackathon sejak tahun 2012, mulai dari Gemastik 2010, Gemastik 2011, Hackathon Startup Asia 2012, ID Byte Startup Hunt, ITS Business Plan, Hackathon Startup Asia 2013, IBM-ITB SME Business Plan, Ideabox Startup Arena, Big Ideas, turn8 Dubai Accelerator, XLent Ideas 2013, Hackathon Merdeka 1.0, Indonesia Next App 2.0, dan Hackathon Mandiri.

Namun dari beberapa kali mengikuti Hackathon, Arif dan Walesa baru meraih kemenangan sekali meskipun beberapa kali lolos sebagai finalis. Sayangnya produk yang dibuat tidak pernah berkelanjutan usai acara Hackathon.

“Nah, untuk kali ini kami coba strategi baru gimana supaya bisa membuat aplikasi Hackathon yang mempunyai bisnis model yang bisa dijalankan dan semoga berkelanjutan. Akhirnya kami mengajak Lisa yang kuliah bisnis juga,” jelas Arif.

Arif, Lisa, dan Walesa: Menyejahterakan Petani Bawang dengan Toko Online LimaKilo

Salah satu kesempatan bertemu Presiden Joko Widodo setelah mengikuti Hackathon Merdeka.

Lisa, perempuan kelahiran Malang ini, pun bisa dibilang aktif mengikuti berbagai kompetisi. Mulai dari Prasetiya Mulya Bizcamp 2013, Big Ideas Competition for Urban Issues using Data Innovation, Hackathon Merdeka 1.0, Indonesia Next App 2.0, dan Hackathon Mandiri.

Walesa sebelumnya pernah bekerja di perusahan IT TV online streaming dari Australia, Arif sempat bekerja di beberapa startup, baik dari dalam maupun luar negeri. Sementara Lisa juga pernah bekerja di perusahaan multinasional di bidang marketing. “Jadi dunia startup sudah menjadi sahabat karier kami. Kita tidak bisa memungkiri perkembangan teknologi, dan teknologi tidak dapat memungkiri dunia konvesional masih dibutuhkan, oleh karena itu kami mencoba mengkolaborasikan dua dunia tersebut,” sebut Arif.

Diminati Ibu-ibu

Aplikasi buatan Arif, Walesa, dan Lisa yang beroperasi sejak awal 2016 ini diminati oleh mayoritas ibu-ibu. Walesa bahkan menuturkan jika hasil riset mereka membuktikan pengguna LimaKilo sebanyak 75% adalah para ibu. Berdasarkan hasil riset itu pula aplikasi Lima Kilo versi Android terpaksa harus dibekukan dahulu. “Ibu-ibu punya masalah dengan ponselnya, kebanyakan memori ponsel mereka sudah terlalu full foto-foto, sehingga sulit untuk mengunduh aplikasi,” jelas Walesa.

Latar belakang inilah yang memicu ketiganya untuk lebih fokus menggarap versi web. Walesa menyebutkan, user website saat ini berjumlah hampir 1.500 pengguna dan mayoritas berasal dari Jadetabek. Walesa pun menyebutkan jika aplikasi LimaKilo versi Android kemarin masih meraih posisi tidak lebih dari dua ratus kali unduhan. “Kita sudah freeze dua bulan ini karena market lebih banyak ke web,” tukas Walesa yang menyelesaikan S2 Teknik Elektro ITB ini.

Arif menyebutkan, untuk saat ini baru ada fitur e-commerce untuk penjualan retail dan grosir serta microfunding/pemodalan mikro ke petani. “Ke depan kami akan mengembangkan aplikasi untuk pengelolaan tanam dan aplikasi paguyuban petani,” beber Arif.

Arif yang saat ini masih menyelesaikan S2 Teknik Informatika, ITB ini menyebutkan jika model penjualan LimaKilo adalah melakukan pembelian kolektif kepada petani secara langsung, sehingga petani dapat langsung mengirim dalam skala besar kepada pembeli di kota.

“Kami akan membeli secara berkala dari petani (1 sampai 2 minggu sekali bergantung dengan jumlah pesanan), dengan cara ini harga kami pasti lebih murah karena memotong rantai distribusi, dan memungkinkan harga yang semakin murah jika pemesanan yang dilakukan semakin banyak,” jelas Arif. Sebagai catatan, dalam seminggu LimaKilo menerima sebanyak 150 – 200 pesanan bawang.

Arif, Lisa, dan Walesa: Menyejahterakan Petani Bawang dengan Toko Online LimaKilo

Diagram kerja layanan LimaKilo.

Senada dengan Arif, Lisa mengungkapkan jika LimaKilo menerapkan profit sharing dengan petani sebesar 60% untuk operasional dan 45% untuk petani. Jumlah tersebut disebutkan Lisa diperkirakan lebih tinggi lima belas persen dibandingkan jika petani menjual secara ijon. Sementara itu, untuk mode bisnis yang kedua, yaitu microfunding Lima Kilo menerapkan sharing profit 80% untuk petani dan 20% untuk investor.

Yang menarik di LimaKilo adalah petani bawang dapat menentukan sendiri harganya, ditambah ongkos kirim dan packaging. Dengan demikian, petani akan bersaing dengan petani lain untuk menjual bawang merah dengan kualitas baik, sehingga harga pun tetap kompetitif. Otomatis penentuan harga bukan lagi diakibatkan oleh keterlambatan pengiriman oleh tengkulak.

Menjalin hubungan langsung dengan petani tak dimungkiri meninggalkan kesan mendalam bagi ketiganya. Terutama saat melakukan pendekatan ke petani untuk diajari berjualan secara online, melakukan packaging, dan memperkirakan hasil dan kegiatan bertanam. “…karena kami tadinya sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan hal-hal seperti itu,” pungkas Arif.

Produk terbaru

Cek resi

Pengiriman